SELAMAT DATANG DI BLOG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) HAMZANWADI PANCOR

Rabu, 21 Mei 2014

AS SAGGAF MUTIARA BERMI



Oleh : Muhammad Ihsan

REKAM JEJAK KELAHIRAN AS SAGGAF
         
   Zainuddin kecil bernama As Saggaf, putra Bermi asli, lahir pada 17 Rabiul Awal 1432 H atau 1908 M, dari pasangan TGH Abdul Majid (Datuk Abdul Majid) dengan Hj. Halimatuss’diyah, As Saggaf lahir di lingkungan yang sangat religius, taat beragama dan sangat cinta kepada ilmu pengetahuan, ayahandanya terkenal sebagai seorang Tuan Guru yang sangat populer dengan sebutan “Guru Mukminah” atau Guru Minah,   sosok ayah yang sangat kharismatik, terpandang dan menjadi muballlig yang sangat jitu, terkenal sangat pemberani di masyarakat Sasak (pulau Lombok), dan konon Datuk Abdul Majid menjadi pemimpin terdepan melawan penjajahan Belanda, Hindu Bali dan Jepang. Sementara Hj Halimatussa’diyah adalah seorang bunda yang sangat penyayang, ramah, sabar, salehah dan senantiasa berkata-kata baik, syarat akan makna dan doa kepada putra-putrinya khususnya kepada As Saggaf.
Bentuk perhatian ayah-bundanya terlihat dari dukungannya secara moril maupun materil, Ibundanya Hj. Halimatuissya’diytah dengan tulus menemani, mendampingi As Saggaf menuntut ilmu hingga menemui akhir hayatnya setelah tiga tahun setengah bermukim di makkah Al Mukarraomah, bentuk perhatian materil yang diberikan ayahndanya cukup spektakuler, seperti apa yang dituturkan kembali oleh Bapak H. Abdul Kabir, MH berdasarklan cerita Neneknya (Inaq Sir’ain atau istri keempat Datuk Abdul Majid) bahwa “setiap kali dalam satu tahun Datuk Abdul Majid mengirim uang untuk keperluan hidup As Saggaf  selama menuntut ilmu di Makkah Al Mukarromah tidak kurang dari 50 ringgit, jika dibandingkan dengan nilai uang sekarang setara dengan harga 1 hektar tanah
Kematian ibundanya sangat memukul perasaan As Saggaf saat itu. Namun musibah itu bukan merupakan halangan dan rintangan yang berarti bagi As Sanggaf. As Saggaf pantang mundur walau setapak kaki, beliau memiliki semangat baja, terus semakin giat dan tekun dalam studinya. Sehingga As Saggaf mampu meraih prestasi yang sangat berilian. Selanjutnya di tempat ini (makkah Al Mukarromah) terlihat ketaatan, kesabaran, keistiqomahan dan ketekunan As Saggaf teruji. Tidak ada satu pun perintah, nasehat orang tuanya yang terlupakan.
Di Makkah Al Mukarromah, As Sanggaf benar-benar merealisasikan ajaran sang ayah, baik dalam menyelami samudra i1mu pengetahuan, maupun sikapnya dalam menghormati para guru-gurunya. As Saggaf di tempat ini dikenal sangat taat, patuh dan tawaddu’ terhadap gurunya. Sehingga, As Saggaf pun selalu mengingat dan merasakan betapa besar dampak ketaatan dan kepatuhan murid terhadap gurunya. Terlukis pandangannya dalam untaian bait syair nan indah:
Jangan sekali ‘nakku mengaji
Pada orang yang akhlaknya keji
Karena ilmunya ilmu IBLIS
Dunia akherat bahaya pasti

Kalau anakku ingin mendapat
Ilmu berguna ilmu berkah
Ibu bapakmu dan gurumu ingat
Wajib dihormati ditaati

Untaian syair tersebut mendeskripsikan pengalaman As Saggaf sendiri dalam kembaranya mencari ilmu, beliau senantiasa taat kepada orang tua dan guru-gurunya. Masuk Akal kemudian As Saggaf dapat mengukir prestasi secara kuantitas keilmuan dan kualitas keperibadian yang luar biasa karena kerja keras, ketekunan dan ketelitiannya mencari guru-guru yang shalih keperibadian dan luas bahtera keilmuannya.
Kelahiran orang-orang besar atau tokoh berpengaruh di dunia selalu memiliki cerita misteri kehidupanya tersendiri, demikian juga halnya dengan kelahiran As Saggaf  yang menjadi nama kecil Zainuddin Abdul Majid syarat akan makna dan nilai, nama itu diberikan oleh Ayahandanya karena sebelum menjelang hari-hari kelahirannya, dua ulama besar masing-masing dari Magribi dan Hadramaut yang bernama Saqqaf menitipkan pesan kepada ayahandanya, jika lahir seorang anak maka berikan nama sesuai dengan nama mereka, sejak lahir telah tersirat berbagai kelebihan dan keistimewaan yang akan terjadi kelak di belakang hari.
Kata Saqqaf سقاف  terambil dari akar kata  arab سقف يسقف yang berarti membuat atap atau mengatapi, sedangkan kata سقف  bermaknesiakan menjadi saggaf  selanjutnya dalam dialek Sasak (Bahasa Lombok) menjadi Segep dan Ibundanya pada masa kecil lebih sering memanggilnya dengan panggilan Gep. Secara pelan tapi pasti, dari seluruh harapan dua ulama besar itu. Assaggaf dewasa tumbuh dan berkembang sebagai tempat pencarian perlindungan dan keteduhan, ia menjadi sumber ilmu dan hikmah.
H. Abdul Madjid yang pada saat itu sebagai tokoh agama di wilayahnya, memiliki kesibukan yang sangat tinggi, perhatian yang besar khususnya dengan tugas-tugasnya dalam bidang keagamaan. Hal ini menyebabkan masyarakat Pancor sangat menghargai dan menyeganinya. Pada masa itu H Abdul Majid (Guru Mukminah) menjadi tokoh inti yang sekaligus merupakan tempat masayarakat bertanya dan mendalami  dalam masalah-masalah agama Islam.
As Saggaf mempunyai 6 saudara kandung antara lain:  Siti Syarbini, Siti Cilah, Hj. Sa’udah, H.M. Shabur, TGH. Faisal, dan Hj. Masyitah, terlihat sejak masa kecilnya As Saggaf sangat cerdas, jujur dan pandai serta mempunyai otak brilian. Hal itu membuat ayah bundanya menaruh perhatian yang khusus terhadapnya dan mencurahkan segala kasih sayangnya. As Saggaf menjadi tumpuan segala harapan ayah bundanya demi melakoni tugas mulia melanjutkan kepemimpinan ayahnya di belakang hari.
Mengamati kapasitas dan kecerdasan As Saggaf,  H. Abdul Madjid (datuk Abdul Majid) sebagai ayahandanya tidak menyia-nyiakan waktu,  Semenjak usia dini beliau menuntun serta mengajarinya dengan penuh keseriusan, kesabaran dan ketabahan. Ketika As Saggaf mulai tumbuh dan berkembang, kira-kira menginjak usia enam tahun sekitar pada tahun 1919 M, As Saggaf didaftarkan di Sekolah Rakyat (SR) selama 4 tahun di Pancor Lombok Timur.
Ayahandanya merasa tidak puas menyekolahkannya di pendidikan formal (SR), berikutnya As Saggaf diajari agama Islam secara khusus, karena Ayahdanya adalah tokoh agama yang sangat dihormati dan disegani karena ilmunya. Didikan sang ayah, dirasa oleh As Saggaf sebagai suatu yang sangat berpengaruh pada pendidikan selanjutnya ketika belajar di Madrasah Assaulatiyah Makkah Al Mukarromah. 
Selain Ayahnya, As Saggaf juga berguru secara khusus pada tokoh lokal yang juga berpengaruh pada waktu itu, seperti TGH. Syarafuddin Pancor, Muhammad Said Pancor dan TGH. Abdullah bin Amid Dulaji Kelayu, Lornbok Timur. Ketiga gurunya ini turut pula mem­bentuk kepribadian dan kemampuan intelektualnya. Mereka termasuk orang yang paling berjasa membentuk keperibadian As Saggaf sehingga menjadi terpandang, setelah ayahandanya sendiri. Hal itu yang menyebabkan As Saggaf ketika dewasa menganggap guru merupakan orang tua kedua yang harus dihormati, dicintai dan disegani, sehingga, senantiasa berpesan agar teliti mencari guru dalam belajar, karena guru menjadi penentu masa depan. Guru memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan jiwa, pemikiran serta karakter muridnya. Seperti tertulis dalam Sya’irnya:
Wahai anakku rajin berguru
Pilih yang mursyid menjadi guru
Lagi pula mukhlis, to’at selalu
Serta amanah, berkah guru

Terukirnya Syair nan indah ini, dapat dipastikan terilhami oleh histori kehidupan awalnya, betapa memilih guru dalam belajar sangat urgen, tidak saja untuk meraih ilmu secara kognitif, psikomotorik dan afektif melainkan untuk meraih keberkahannya. Sehingga sepanjang usiannya, di setiap napas hidupnya As Saggaf selalu menekankan pada pentingnya menghormati dan memuliakan guru.
Masa-masa kecil As Saggaf seperti layaknya kebanyakan anak Pancor seusianya, suka bermain, bergaul dengan kawan-kawannya walau tentu tak pernah melupakan nasihat ayah bundanya untuk tetap melaksanakan sholat dan tidak mengabaikannya. Cerita kegemaran masa kecilnya seperti yang dikisahkan kembali oleh H Fahruddin berdasarkan cerita dari orang tuanya (H. Ain) yang menjadi teman kecil As Saggaf  Saggaf sering kali miqat kecial (menangkap burung kecial) dengan saya dan selalu saja saya mengalami sial, tidak mendapatkan seekor  burungpun,  Sementara Saggaf mendapatkannya”. H Ain kemudian menalaah pengalaman masa kecilnya bersama Saggaf, lalu menafsirkannya: Saya menjadi mengerti bahwa ternyata burung kecial itu menjadi isyarat betapa masyarakat  lebih memilihnya menjadi panutan dan pemimpin seperti yang terlihat bahwa kharismanya tak tertandingi dengan tokoh manapun di tempat ini.
Cerita lain tentang masa kecil Saggaf seperti dikisahkan juga oleh Papuk (Mastur) “saya dulu setiap bertemu dengannya, saya selalu diminta menyenggeknya (menggendongnya di atas leher saya) dan dia terlihat sangat kegirangan” ini juga bisa dimaknakan betapa Saggaf kecil telah menampakkan misteri kehidupan tersendiri, dan pada masa dewasanya selalu tampil menjadi terdepan, sebagai pemimpin kharismatik dan sangat berani menegakkan kebenaran.
Sifat belas kasih, penyayang Saggaf juga telah tampak pada masa kecilnya, seperti yang dikisahkan putri tercintanya Hj. Rauhun Zainuddin Abdul Majid “ Kerap kali setiap mengendarai becak (seperti andong di Jawa), dalam perjalanan pulang atau pergi dari rumahnya, jika bertemu temannya Saggaf senantiasa memintanya naik untuk menemaninya, baru kemudian melanjutkan perjalanannya” Cerita ini mendeskripsikan bahwa Saggaf  dewasa hadir menjadi seorang pemimpin yang senantiasa mengayomi, melindungi dan menjadi sarana ummat sampai kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menginjak usia 17 tahun yaitu pada tahun 1341 H/1923 atas perhatian dan keinginan kuat sang ayah, As Saggaf selanjutnya meneruskan pendidikannya di Madrasah As Saulatiyah Makkah Almukarrornah, untuk memperdalam ilmu pengetahuan agamanya. As Saggaf berangkat bersama ayah-bundanya. Keikutsertaan sang ayah bersamanya dengan satu tujuan, memilih sekolah yang sesuai dengan visi ayahnya sekaligus menuntut ilmu yang dibutuhkan oleh rnasya­rakat Sasak secara khusus.
Bukan sekedar mecari sekolah, malah dalam mencari guru pun ayahnya sangat selektif memilihkan guru yang terbaik untuknya. Karena baginya hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan intlektual dan kepribadiannya. Tujuan ayahnya mencarikan guru terbaik di Makkah Al Muklarromah tidak lain untuk menentukan Sang Guru yang sesuai dengan faham ayah­nya, yaitu paham ahlus sunnah wal Jamaah.
Nama As Saggaf selanjutnya diganti oleh ayahandanya setelah menunaikan ibadah Haji menjadi M. Zainuddin,  nama ini di ambil dari nama Ulama’ besar, maha Guru di Masjidil Haram yang bernama Syekh M. Zainuddin Serawak, karena terpesona dengan akhlak dan kepribadian yang sangat menawan hati. Ayahnya berharap nantinya agar As Saggaf memiliki akhlak dan berkepribadian yang serupa dengan orang yang di tiru namanya “Al ismu yadullu ala al Musamma”.

MENYELAMI ILMU DAN HIKMAH PADA ULAMA AL-SHOLATIYAH
Gerbang ilmu Masjidil Haram telah terbuka lebar oleh As Saggaf,  dan selanjutnya As Saggaf berhasil melintasi “palung” ilmu yang sangat dalam. As Saggaf sungguh larut dan tenggelam dalam lautan terdalam dan samudra ilmu yang sangat luas, dengan membawa mutiara-mutiara yang sangat berharga. Hadiah pengembaraannya menuntut ilmu dan hikmah menjadi cukup memadai bagi As Saggaf dalam membangun bangsanya sendiri. Namun As Saggaf selalu haus dengan ilmu pengetahuan dan selalu merasa kurang dengan ilmu yang dikuasai, tidak mau ketinggalan dengan sahabat­-sahabatnya dari berbagai penjuru dunia, As Saggaf ingin menunjukkan sekaligus mewariskan tradisi mencari ilmu bagi masyarakatnya yang tidak tidak boileh berhenti pada satu tempat, tetapi harus menziarahi luasnya samudera penegatahuan yang tak pernah bertepi.
Selanjutnya As Saggaf menentukan pilihannya kepada Madrasah Al-Sholatiyah Makkah setelah sekitar lima (5) tahun khusuk belajar di Masjidil Haram. Madrasah AI-Sholatiyah pada saat itu dipimpin oleh Syekh Salim Rahmatullah, putra syekh Rahmatullah pendiri madrasah tersebut. Lembaga pendidikan Islam ini merupakan lembaga pendidikan Islam pertama ditanah suci Makkah dan dikenal telah banyak menghasilkan ulama’- ulama’ besar di berbagai penjuru dunia. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan yang memotivasi As Saggaf untuk  menyelami tradisi keilmuan di madrasah ini.
Di Madrasah ini prestasi As Saggaf sangat cemerlang. Setiap pelajaran diberikan oleh gurunya diterima dengan sangat baik. Tak satupun  ilmu yang terlupakan. Semuanya diserap dan disimpan dalam ingatannya. Kecerdasan yang diperlihatkan oleh As Saggaf membuat para gurunya berdecak kagum, dengan nilai ujian akhir yang sangat istimewa yaitu rata- rata 10.
Kenangan seorang ulama besar yang bernama Syekh Zakaria, mantan teman sekelasnya di Madrasah As Saulatiah “Saya teman sekelasnya, teman seangkatan dengan Syekh Zainuddin, saya bergaul sangat akrab dengannya beberapa tahun, saya sangat  kagum kepadanya sampai-sampai jam istirahatpun diisinya dengan menekuni kitab pelajaran dan bermuzakarah dengan teman-temannya
Seorang maha gurunya sendiri Al-Allamah Al Adib Al-Syekh Al-Sayyid Muhammad Amin Al Qutbi secara khusus memuji kecerdasan otak dan kemuliaan akhlaknya:
Demi Allah, Saya kagum dengan Zainuddin
Kagum atas kelebihannya atas orang lain
Pada kebesarannya yang tinggi
Dan kecerdasannya yang tiada tertandingi
Jasanya yang semerbak dimana-mana
Menunjukkan satu-satunya permata
Yang tersimpan pada moyangnya
Buah tangannya indah lagi menawan
Pena bunga-bungaan
Yang tumbuh teratur dengan gunung.

Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki adalah seorang ulama terkemuka di kota suci Makkah, menegaskan bahwa tak seorang pun ulama dan pencinta ilmu di Tanah Suci Makkah yang tidak kenal dengan As Saggaf (Zainuddin). Syekh Zainuddin adalah ulama besar, bukan hanya milik umat Islam Indonesia melainkan umat Islam dunia”.
Kehadiran As Saggaf (Zainuddin) di Al-Sholatiyah sendiri tidak hanya mengandung misi keilmuan, namun telah mengharumkan nama besar bangsanya sendiri, Indonesia, mengharumkan nama daerah tercintanya, Lombok, sebagai pulau kecil di Indonesia, namun telah berhasil melahirkan ulama besar dunia. Nama besar yang disandang oleh As Saggaf (Zainuddin) terbukti dengan beberapa kunjungan silaturrahmi para sehabatnya ke Pancor Lombok. Hampir semua kawannya dating pada setiap hari peringatan Hari Ulang Tahun (HULTAH) NWDI untuk menhadiri sekaligus memberikan pujian terhadap keperibadian, keilmuan dan kebesaran As Saggaf (Zainuddin).
Beberapa ulama yang memiliki andil besar dalam mengembangkan intelektualitas dan karakter As Saggaf, khususnya di Makkah al-Mukarramah, Di antara ulama besar yang telah berjasa mengajar dan mendidiknya, khususnya  di Madrasah Al-Sholatiyah adalah: Alimul Allamah Syaikh Hasan Muhammad Al-Masyasyath. Al-Alimul Allamah al-Faqih Umar Bajunaid As-Syafi’I, Al-Alimul Allamah Al-Faqih Syaikh M. Said Al-Yaman, Al-Alimul Al-Mutafannin Sibawwaihi Zamanihi Syaikh Ali Al-Maliki, Syaikh Marzuki Al-Falimbani, Syaikh Abu Bakar Al-Falambani, Syaikh Hasan Jambi Assafii, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Syaikh Mukhtar Betawi, Syaikh Abdullah Al-Bukhari, Syaikh Umar Hamdan Al-Mihrasi Al-Maliki, Syaikh Abdus Satar Assidqi, Syaikh Abdul Qadir As-Syibli Al-Hanafi, Syaikh M. Amin Al-Kutbi, Syaikh Muhsin Al-Musawa, Syaikh Khalifah Al-Maliki, Syaikh jamal Al-Maliki, Syaikh As-Shalih M. Shalih Al-Kalimantani As-Syafi’I, Syaikh Mukhtar Makhdum Al-Hanafi, Syaikh Salim Gianjur, Syaikh Ahmad Dahlan Shadaqaoh, Syaikh Salim Rahmatullah Al-Maliki, Syaikh Abdul Gani Al-Maliki, Syaikh Muh. Arabi At-Tubani Al-jazairi, Syaikh Umar Faruq Al-Maliki, Syaikh Al-Wa’idh Abdillah Al-Farisi dan Syaikh Malla Musa.
Selain itu ada terdapat beberapa ulama besar lainnya yang secara khusus telah mendidik As Saggaf berba­gai disiplin ilmu keislaman, mulai dari Al-Quran, Hadist, falak dan lain-lain. Dalam Ilmu Tajwid, Al-Qur’an dan Qiraat Sab’ah adalah: Syaikh Jamal Mirdah, Syaikh Umar Arbain, Syaikh Abdul Latif Qori, Syaikh Muh. Ubaid, Syaikh dan beberapa guru besar Al-Qur’an lainnya. Dalam Ilmu fiqih, Tasawuf, Tauhid, Usulfiqih, dan Tafsir, As Saggaf belajar kepada: Syaikh Umar Bajunaid As-Syafi’I, Syaikh Muh. Said Al-Yamani,  Syaikh Mukhtar Betawi, Syaikh Abdul Qadir Al-Mandili, Syaikh Abdul Hamid Abdur Rabb Al-Yamani, Syaikh Muhsin Al-Musawam dan Syaikh Abdullah Al-Lahaji.
Selanjutnya dalam Ilmu Arudl (syair bahasa arab) As Saggaf berguru pada: Syaikh Abdul Gani Al-Qodli dan Syaikh Muh. Amin Al-Qutbi, Dalam kajian Ilmu Falak As Saggaf belajar pada: Syaikh Salim Cianjur, Syaikh Khalifah Al-Maliki, Ahmad Dahlan sadaqoh As-Syafi’i. Dalam bidang Ilmu Hadits, Mustholahulhadits, Mustholahul-tafsil, Ilmu Faraid, Siroh dan berbagai ilmu alat (nahwu saraf) As Saggaf berguru pada: Syaikh Ali Al-Maliki, Syaikh Jamal Al-Maliki, Syaikh Umar Hamdan, Syaikh Abdullah Al-Bukhari As-Syafi’I, Syaikh Hasan Muh. Al-Masisyat Al-Maliki, Syaikh Mukhtar Mahdun Al-Hanafi, Syaikh As-Sayid muhsin Al-Musawa, Syaikh Muh. Amin Al-kutbi, Syaikh Umar Faruq Al-Maliki dan Syaikh Abdul Qadir As-Salabi Al Hanafi. Dalam Ilmu Aurod (hizb) As Saggaf belajar pada: Al-Lamah (kyiai) Falak (Bogor Jawa Barat) dan Syaikh Malia Musa Al-Magribi. Adapun dalam Ilmu Al-khot (kaligrafi) Arab, As Saggaf berguru pada: Syaikh Abdul Aziz Langkat, Syaikh Muh. Rais Al-Maliki  dan Syaikh Daud Al-Rumani.
Karena ketekunan As Saggaf belajar pada guru-guru terbaik saat itu, maka dapat dibayangkan betapa dalam bahtera ilmu pengetahuan yang telah diselami. As Saggaf selama masa belajarnya di Kota Suci Makkah al-Mukarramah. Sehingga, tak mengeherankan jika As Saggaf lahir dan tumbuh menjadi ulama besar yang sangat berpengaruh di tanah airnya. Terlebih, jika menelaah kembali pergulatan intelektualnya selama ini di Makkah. Tak ada seorangpun yang meragu­kan kapasitas dan kapabilitas intelektualnya.
Guru-guru besar As Saggaf tersebut, menganut faham ahli sunnah wal jama’ah,  dan tak seorangpun diantara guru-guru beliau yang menganut faham selain itu, seperti mu’tazilah, murji’ah, syi’ah dan lainnya. As Saggaf senantiasa berpedoman pada pesan dan nasehat nasehat ayahandanya untuk menuntut ilmu kepada ulama yang bearqidah Ahli Sunnah wal Jamaah. Sehingga, wajar As Saggaf berpesan untuk berhati-hari memilih mencari guru, sebagaimana yang dimanatkan ayahandanya kepada dirinya sendiri. Pesan beliau selalu disampaikan di banyak majlis taklimnya terutama di pulau Lombok dan semua abang NW di seluruh wilayah Indonesia “Hati-hatilah mencari guru, memilih guru jangan sembarang pilih, pilihlah guru yang memenuhui syarat, guru merupakan sumber ilmu, hikmah dan kebenaran serta tuntunan bagi murid untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akherat. Syarat minimal sebagai seorang guru adalah berbakti kepada orang tua, taat pada guru, berakhlak mulia dan memiliki kemampuan”.
Pesan yang selalu disampaikan berulang-ulang ini kepada seluruh masya­rakat Islam, bukan tidak memiliki dasar philosofis. Dalam kata pengantar yang di tulis As Saggaf (Zainuddin) untuk Kitab Bugyatul Mustarsidin buah karya Maulana Syekh Hasan Muhammad Al-Masyasyat antara lain menulis bahwa Nabi Muhammad telah menasehati umatnya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Anas RA bahwa sesungguhnya ilmu ini (tentang halal dan haram) adalah agama, maka cermatilah dari siapa ka­lian mempelajari agama kalian. Barangkali inilah yang dijadikan landasan oleh beliau termasuk ayahnya sehingga selalu berpesan untuk berhati-hati dalam mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan. Bahkan ia sendiri yang merealisasikan pesan berharga tersebut sehingga  ia menamatkan sekolahnya dengan prestasi yang luar biasa dan mengagumkan.
Mendekati masa kedatangannya, kembali dari pengembaraan ilmu pengetahuan dan hikmah dari tanah suci Makkah untuk selanjutnya berkiprah di tanah airnya (lombok Indonesia), ada cerita mistis yang sarat akan makna dan nilai, cerita ini dikisahkan kembali oleh Bapak Haji Abdul Kabir, MH mengutip cerita yang dikisahkan oleh Neneknya Inaq Sir’ain “Dulu Datuk Abdul Majid (Ayahndanya Ass Saggaf) memiliki 2 ekor bebek, masing-masing jantan dan betina yang berwarna hitam, namun uniknya semua anak keturunan berwarna putih hingga ratusan jumlahnya, tapi secara tiba-tiba tiga hari sebelum kedatangan As Saggaf semua bebek itu terbang (moksa) mengarah ke gunung Rinjani dan hilang tidak pernah kembali kemudian kisah ini ditafsirkan bahwa kedatangan Putra Rinjani alias As Saggaf laksana pertanda sirnanya kegelapan, kebodohan dan kekufuran di masyarakat Lombok kemudian tergantikan dengan kebaikan, cahaya dan kebenaran.
Demikianlah riwayat hidup As Saggaf seorang keturunan orang terpan­dang di pulau Lombok (baca silsilah keturunan beliau hingga Datuk Kowar). Konon, dari keturunannya ada tetesan “darah biru” Raja-Raja Sulawesi dan Raja Selaparang, sebuah kerajaan Islam di Lombok yang memiliki semangat mujahid membela tanah air, bangsa dan agama. Para pejuang dan pahlawan Islam di Pulau Lombok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar