SELAMAT DATANG DI BLOG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) HAMZANWADI PANCOR

Rabu, 21 Mei 2014

MEMAHAMI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM


(Kerangka Dasar Filosofis dan Teoritis, Visi, Misi, Tujuan, Kurikulum, Metodologi, Manajemen dan Sumber Daya Pendidikan Islam)
 
Oleh: Muhammad Ihsan



PENDAHULUAN
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd) di hadapan Khaliq-nya dan sebagai “pemelihara” (khalifah) pada semesta . Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma (paradigma shift) dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia , oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Hal ini dipertegas dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat antara lain pendidikan agama. Karena merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
 Tujuan akhir pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya . Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses isolasi diri dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.
Era reformasi ini, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan. Masa transformasi ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam wilayah pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Di tengah euphoria demokrasi ini lahirlah berbagai pendapat, pandangan, konsep, mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan, termasuk gambaran pendidikan mendatang. Sehingga perlu dipertegas konsep secara filosofis dan teoritis sekaligus tentang bagaimana memaknai dan mengaplikasikan pendidikan untuk beberapa generasi mendatang.


PEMBAHASAN
A. Reorientasi Kerangka dasar Filosofis dan Teoritis
Pendidikan hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proes-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut
Sesuai konteks tersebut, maka kemajuan peradaban yang dicapai umat manusia dewasa ini, sudah tentu tidak terlepas dari peran-peran pendidikannya. Diraihnya kemajuan ilmu dan teknologi yang dicapai bangsa-bangsa di berbagai belahan bumi ini, telah merupakan akses produk suatu pendidikan, sekalipun diketahui bahwa kemajuan yang dicapai dunia pendidikan selalu di bawah kemajuan yang dicapai dunia industri yang memakai produk lembaga pendidikan.
Perumusan filosofi dan teori yang lengkap diperlukan untuk menyeimbangkan antara pendidikan di satu sisi dan dinamika perubahan masyarakat di sisi lain. Suatu proses pembaharuan pendidikan hanya terarah dengan baik dan mantab apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantab. Filsafat pendidikan yang mantab hanya dapat dikembangkan di atas dasar-dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, yaitu hakikat kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan lingkungan dan alam semesta, dan akhirnya hubungannya dengan Maha Pencipta. Teori pendidikan yang mantab hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara pendekatan filosofis dan pendekatan empiris. Dapat dikatakan bahwa kerangka dasar pertama pembaruan pendidikan Islam adalah konsepsi filosofis dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan masyarakat, lingkungannya menurut ajaran Islam. Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab, jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya manusia.
Dalam konteks kacamata Islam, perlu dikaji ulang bahwa proses pendidikan Islam dan pandangan Islam terhadap manusia sebagai makhluk yang dididik dan mendidik sebagai berikut :
Pertama, sesuai dengan maksud pendidikan Islam adalah kegiatan untuk mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sejalan dengan nilai-nilai Islami tentang manusia yaitu hakikat manusia dan potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini dan di akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota msyarakat. Tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada manusia seoptimal mungkin, sehingga dapat berkembang menjadi manusia muslim yang baik atau insan kamil. Artinya segala potensi manusia yang dibawa dari lahir bukan hanya dapat dikembangkan dalam lingkungan (empirik) semata-mata, tetapi juga dapat dikembangkan secara terarah dengan bantuan orang lain atau pendidik.
Kedua, pembahasan tentang ”hakikat manusia”, para filosof umumnya mengidentifikasikan manusia dengan hewan yang memiliki kekhususan serta kelebihan tertentu, antara lain manusia adalah hewan yang berakal, berbicara, berfikir dan berbudaya. Para ahli pendidik memberikan batasan manusia adalah binatang mendidik dan dididik (animal educandum).
Secara umum, dari beberapa pandangan para pakar dapat dikatakan bahwa sebenarnya pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berwawasan semesta, berwawasan kehidupan yang utuh dan multidimensional, yang meliputi wawasan tentang Tuhan, manusia dan alam secara integratif.
Wacana tentang pengertian pendidikan dewasa ini, pengertianya lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Selain itu pendidikan Islam juga menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup manusia serta perubahan-perubahan yang terjadi. Implikasinya pendidikan Islam senantiasa mengundang pemikiran dan kajian, baik secara konseptual maupun operasional dan diperolah relevansi dan kemampuan untuk menjawab tantangan serta memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.


B. Misi dan Visi Pendidikan Islam
Misi dapat dirumuskan sebagai suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan mewujudkan visi, sedangkan visi merupakan suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya.
Dari pandangan inilah dapat dikatakan bahwa visi dan misi sekolah-sekolah Islam merupakan penjabaran atau spesifikasi dari visi dan misi pendidikan Islam itu sendiri, yaitu membentuk insan kamil yang berfungsi mewujudkan rahmatan lil alamiin. Dalam merumuskannya harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam serta nilai-nilai budaya, serta pada core beliefs dan core values. Sedangkan untuk mencapai visi dan misi tersebut harus dilaksanakan dengan penyusunan kebijakan dan strategi secara operasional.
Realita sekarang ini, tuntutan reformasi pendidikan menuju masyarakat madani tampaknya mengharuskan perumusan misi dan visi pendidikan baik di tingkat makro maupun pada tingkat mikro. Serentetan langkah perlu dioptimalkan untuk melakukan perubahan baik di bidang manajemen, perencanaan sampai pada praksis pendidikan di tingkat mikro. Diantaranya adalah :
a)        pendidikan nasional (termasuk pendidikan Islam) memupnyai misi dan visi yang berorientasi pada demokrasi bangsa sehingga memungkinkan terjadinya proses pemberdayaan masyarakat secara demokratis pula.
b)        Pendidikan hendaknya memilki misi dan visi agar tercapai partisipasi masyarakat secara menyeluruh sehingga secara mayoritas seluruh komponen bangsa yang ada menjadi terdidik.
c)        Misi pendidikan harus berorientasi pada perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional dan pendidikan Islam yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketrampilan serta menguasai iptek dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Berdasarkan pandangan ini, maka lembaga-lembaga pendidikan Islam mau tidak mau dituntut untuk menyusun misi dan visi, baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro serta kebijakan dan strategi pengelolaan pendidikannya. Apabila mencoba merumuskan misi pendidikan Islam, adalah bagaimana pendidikan Islam dapat :
1.      mengembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasar nilai-nilai Islam.
2.      mendorong pembaruan pemikiran Islam menuju masyarakat madani.
3.      mengintegrasikan ilmu agama Islam dengan ilmu pengetahuan umum.
4.      menghasilkan individu dan masyarakat yang religius (iman dan takwa), akhlak mulia, cerdas dan siap menghadapi orientasi dunia global.

C. Strategi Pendidikan Islam
            Pembangunan pendidikan dan pendidikan Islam di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni pertama, pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Kedua, relevansi pendidikan, ketiga, peningkatan kualitas pendidikan, dan keempat, efesiensi pendidikan.
            Krisis pendidikan di Indonesia, oleh H.A. Tilaar secara umum,diidentifikasi dalam empat krisis pokok, yaitu menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitisme dan manajemen. Berbagai indicator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengankeempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara di kawasan Asia. Memang disadari bahwa keempat masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulitdicari ujung pangkal pemecahannya. Krisis ini terjadi pada pendidikan secara umum, termasuk pendidikan Islam yangdinilai justru lebih besar problematikanya. Alhasil, pendidikan Islam di Indonesia sampai awal abad ini tidak banyak berbeda dengan perhitungan kasar di atas. Melihat kondisi yang dihadapi, maka penataan model pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu yang tidak terelakkan. Strategi pengembangan pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan pendidikan yang paling mendesak, berposisi senteral yang akan menjadi modal dasar untuk usaha pengembangan selanjutnya. Seperti kita ketahui, bahwa lembaga-lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan madrasah, masjid, pondok pesantren, dan pendidikan luar sekolah lainnyatetap dipertahankan keberadaannya.           
            Strategi pendidikan merupakan target pencapaian, baik bersifat jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dalam merealisasikan terlaksananya penyelenggaraan pendidikan menuju masyarakat madani Indonesia. Karenanya dalam menetapkan sasaran pencapaian stategi pendidikan harus memiliki nilai khusus (specific), dapat terukur dan terhitung (measurable), dapat tercapai (achievable), realis dan wajar (realistic), dan berjangka waktu (time frame). Berdasarkan time frame tersebut, perlu disusun langkah-langkah atau strategi untuk mencapai visi pendidikan sebagai berikut :
            Pertama, stategi jangka panjang. Upaya untuk membangun lembaga pendidikan Islam yang memadai secara akademik dan finansial melalui kebijakan restrukturisasi dan rekapitulasi yang berkesinambungan. Mencakup antara lain: menciptakan sistem perencanaan yang berbasis kepentingan lokal, menerapkan sistem manajemen mutu secara menyeluruh, melakukan review kurikulum secara periodik, melakukan perekayasaan proses dan menjaga konsistensi dan kontinuitas internalisasi nilai-nilai sekolah dan masyarakat.
            Kedua, strategi jangka menengah. Upaya untuk memantapkan infrastruktur melalui kebijakan rekapitulasi terhadap komponen penunjang dalam sistem pendidikan. Strategi ini mecakup dengan demokratisasi pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas pendidikan, profesionalisme, meningkatkan efesiensi pendidikan, mengakomodasi kemajemukan, dan desentralisasi.
Ketiga, strategi jangka pendek., yakni perlunya membangun perangkat infrastruktur sistem pendidikan yang memihak kepada pemberdayaan masyarakat melalui kebijakan restrukturisasi dalam sistem pendidikan Islam. yang urgen sekali adalah pendidikan Islam menyusun strategi untuk meningkatkan relevansi pendidikan, meningkatkan akuntabilitas proses pendidikan, meningkatkan profesionalisme pendidikan dan mengurangi uniformitas.


D. Reorientasi Tujuan Pendidikan Islam
            Para pakar dan pengamat pendidikan Islam, menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan Islam lebih pada upaya kebahagiaan di dunia dan akhirat, menghamba diri kepada Allah, memperkuat keislaman, melayani kepentingan masyarakat Islam, dan akhlak mulia. Tampaknya dalam merumuskan tujuan pendidikan ini, sebagian umat Islam atau sebagian para ahli pendidikan Islam mengalami kesulitan dalam membedakan syariat Islam sebagai ilmu yang disusun ulama sebagai tafsir atas wahyu serta syariat Islam sebagai ajaran Tuhan dalam wahyu yang termaktub dalam al-Quran.
          
  Disisi lain ada pandangan menyatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transfer of knowledge" ataupun "transfer of training", tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan . Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits.
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. Maka, pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan (eksistensi) manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif"
            Berarti tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini, dirasakan tidaklah benar-benar diarahkan kepada tujuan positif, tetapi tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akhirat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu upaya menyelematkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan Barat yang datang melalui disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas tradisional Islam.
            Berdasar hal itu, maka kemudian ditarik beberapa dimensi yang hendak diupayakan untuk ditingkatkan dan dicapai oleh kegiatan proses pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu : dimensi keimanan peserta didik, dimensi pemahaman atau penalaran intelektual, dimensi penghayatan dan pengalaman batin serta dimensi pengamalannya dalam berbagai praktik kehidupan nyata.
Ke depan rumusan tujuan pendidikan Islam diharapkan lebih bersifat problematis, strategis, antisipatif, menyentuh aspek aplikasi serta dapat menyentuh kebutuhan masyarakat atau penggunan lulusan. Artinya, pendidikan Islam berupaya membangun manusia dan masyarakat secara utuh dan menyeluruh (insan kamil) dalam semua aspek kehidupan yang berbudaya dan berperadaban yang tercermin dalam kehidupan manusia bertakwa dan beriman, berdemokrasi dan merdeka, berpengetahuan, berketrampilan, beretos kerja dan profesional, beramal saleh, berkepribadian, bermoral anggun dan berakhlakul karimah, berkemampuan inovasi dan mengakses perubahan serta berkemampuan kompetitif dan kooperatif dalam era global dan berpikir lokal dalam memeproleh kesejahteraan dunia dan akhirat.

E. Reorientasi Kurikulum Pendidikan Islam
            Materi pendidikan dan pendidikan Islam tergambar dalam kurikulum yang disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikannya. Materi pendidikan yang terakomodasi dalam kurikulum menggambarkan standar kemampuan dasar yang wajib dimiliki peserta didik pada masing-masing jenjang pendidikan. Untuk itu dalam kurikulum terdapat kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap dan nilai pribadi yang integral sebagai warga masyarakat dan warga negara. Kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada kemampuan akademik serta kelompok pelajaran yang berorientasi pada ketrampilan.
            Pemerintah telah berupa maksimal untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan di Indonesia, termasuk kurikulum. Bahkan pemerintah telah mengundangkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 beserta peraturan-peraturan pemerintah (PP) sebagai penunjang UU No. 27, 28, 29 dan 30 Tahun 1990. Dan juga telah dirombak ulang dengan berlakunya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdikans. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya pemerintah telah beruaha serius dalam menangani persoalan pendidikan.
            Dengan demikian, persoalan masa kini dan masa depan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaiman mendesain kurikulum yang diorientasikan pada :
Pertama, tantangan kurikulum di era globalisasi, yakni antara nilai lokal dan global, antara budaya individual dan universal, antara tradisi dan modernitas, antara kebutuhan jangka panjang dan pendek, anatar kebutuhan spiritual dan material.
Kedua, tantangan kurikulum di era desentralisasi dan otonomi daerah.
Ketiga, arah perubahan kurikulum pendidikan Islam harus selalu mengikuti irama perubahan dan pendidikan yang selalu tumbuh serta berkembang dari prediksi skenario masa depan yang dicita-citakan.


F. Reorientasi Metodologi Pendidikan Islam
            Metodologi pendidikan diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan sesorang, khususnya proses belajar mengajar. Atas dasar inilah, maka metodologi pendidikan Islam harus didasarkan dan disesuaikan dengan :
a.    didasarkan pandangan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang
b.    didasarkan pada karakteristik masyarakat madani yaitu manusia yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi dan bebas menentukan arah kehidupannya
c.    didasarkan pada learing competency, yakni peserta didik akan memilki seperangkat pengetahuan, ketrampilan, sikap, wawasan, dan penerapannya sesuai dengan kriteria atau tujuan pembelajaran
            Mastuhu mengusulkan konsep pemikiran metodologi pendidikan Islam yang sifatnya lebih teknis sebagai berikut : a) bagi studi pendidikan Islam tidak ada pemisahan istilah pendidikan dan pengajaran, b) dalam melaksanakan metodologi pendidikan dan pengajaran Islam harus dipergunakan paradigma holoistik, artinya memandang kehidupan sebagai suatu kesatuan, sesuatu yang konkrit dan dekat dengan kepentingan hidup sehari-hari sampai dengan hal-hal abstrak dan transendental, c) perlu dipergunakan model penjelasan yang rasional disamping pelatihan dan keharusan melaksanakan ketentuan-ketantuan doktrin spiritual dan norma peribadatan, d) perlu digunakan tehnik pembelajaran partisipatoris.

G. Reorientasi Manajemen dan Sumber Daya Pendidikan Islam
            Manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama sistematik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dari kerangka inilah tumbuh kesadaran untuk melkukan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas menejemen pendidikan, baik yang dilakukan pemerintah maupun lembaga pendidikan.
            Pemerintah telah berusaha keras untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan, baik pada aspek organisasi, manajemen maupun peningkatan mutu pendidikan Islam. berbagai peraturan pemerintah dari tahun 1951 sampai tahun 1989 sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, organisasi dan manjemen pendidikan.
            Konsep masyarakat madani nampaknya merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan. Terobosan pemikiran kembali konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, karena "pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia.

PENUTUP
            Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara pandang dan paradigma tawaran yang kiranya perlu dikaji dalam dunia pendidikan kita. Secara umum dapat kita ambil kesimpulan dan benag merah bahwa dalam upaya membangun masyarakat madani, pendidikan Islam harus berupaya mengembangkan konsep pendidikan integralistik, konsep pendidikan humanistik, konsep pendidikan pragmatis dan konsep pendidikan yang berakar pada budaya.
Wacana yang perlu dikembangkan pada pendidikan masyarakat Indonesia adalah pendidikan yang berorientasi pada kompetensi nilai-nilai ilahiyah, knowledge, skill, ability, sosio kultural dan harus berfungsi untuk memberikan kaitan secara operassional antara peserta didik dengan masyarakatnya, lingkungan sosio kultural dan selalu menerima adanya term perubahan yang terus berpacu. Sehingga wajah pendidikan Islam mendatang lebih nampak dalam kehidupan umat.
Wallahu ’alamu


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. 1. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita.

H.A.R. Tilaar. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,Strategi Reformasi Pendidikan Nasional .Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.
_____________. 1991. Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif Bagi Pembangunan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila, Makalah Utama Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V.
HM. Arifin, 1991. Kapita S elekta Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.
Muhaimin. 1994. Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah). Bandung : Remaja Rosdakarya.
M. Rusli Karim. 1991. Pendidikan Islam Sebagai Upaya PembebasanManusia, dalam Buku Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Cet.Pertama Editor : Muslih Usa. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Masykuri Abdillah. 1999. Islam dan Masyarakat Madani,
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Yogyakarta : Safiria Insania Press.
Roihan Achwa n. 1991. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, dlm. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Volume 1, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sanaky, Hujair A.H. 2003. Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta : Safiria Insania Press.
Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percaturan Dunia Global). Jakarta : PSAP Muhammadiyah.

AS SAGGAF MUTIARA BERMI



Oleh : Muhammad Ihsan

REKAM JEJAK KELAHIRAN AS SAGGAF
         
   Zainuddin kecil bernama As Saggaf, putra Bermi asli, lahir pada 17 Rabiul Awal 1432 H atau 1908 M, dari pasangan TGH Abdul Majid (Datuk Abdul Majid) dengan Hj. Halimatuss’diyah, As Saggaf lahir di lingkungan yang sangat religius, taat beragama dan sangat cinta kepada ilmu pengetahuan, ayahandanya terkenal sebagai seorang Tuan Guru yang sangat populer dengan sebutan “Guru Mukminah” atau Guru Minah,   sosok ayah yang sangat kharismatik, terpandang dan menjadi muballlig yang sangat jitu, terkenal sangat pemberani di masyarakat Sasak (pulau Lombok), dan konon Datuk Abdul Majid menjadi pemimpin terdepan melawan penjajahan Belanda, Hindu Bali dan Jepang. Sementara Hj Halimatussa’diyah adalah seorang bunda yang sangat penyayang, ramah, sabar, salehah dan senantiasa berkata-kata baik, syarat akan makna dan doa kepada putra-putrinya khususnya kepada As Saggaf.
Bentuk perhatian ayah-bundanya terlihat dari dukungannya secara moril maupun materil, Ibundanya Hj. Halimatuissya’diytah dengan tulus menemani, mendampingi As Saggaf menuntut ilmu hingga menemui akhir hayatnya setelah tiga tahun setengah bermukim di makkah Al Mukarraomah, bentuk perhatian materil yang diberikan ayahndanya cukup spektakuler, seperti apa yang dituturkan kembali oleh Bapak H. Abdul Kabir, MH berdasarklan cerita Neneknya (Inaq Sir’ain atau istri keempat Datuk Abdul Majid) bahwa “setiap kali dalam satu tahun Datuk Abdul Majid mengirim uang untuk keperluan hidup As Saggaf  selama menuntut ilmu di Makkah Al Mukarromah tidak kurang dari 50 ringgit, jika dibandingkan dengan nilai uang sekarang setara dengan harga 1 hektar tanah
Kematian ibundanya sangat memukul perasaan As Saggaf saat itu. Namun musibah itu bukan merupakan halangan dan rintangan yang berarti bagi As Sanggaf. As Saggaf pantang mundur walau setapak kaki, beliau memiliki semangat baja, terus semakin giat dan tekun dalam studinya. Sehingga As Saggaf mampu meraih prestasi yang sangat berilian. Selanjutnya di tempat ini (makkah Al Mukarromah) terlihat ketaatan, kesabaran, keistiqomahan dan ketekunan As Saggaf teruji. Tidak ada satu pun perintah, nasehat orang tuanya yang terlupakan.
Di Makkah Al Mukarromah, As Sanggaf benar-benar merealisasikan ajaran sang ayah, baik dalam menyelami samudra i1mu pengetahuan, maupun sikapnya dalam menghormati para guru-gurunya. As Saggaf di tempat ini dikenal sangat taat, patuh dan tawaddu’ terhadap gurunya. Sehingga, As Saggaf pun selalu mengingat dan merasakan betapa besar dampak ketaatan dan kepatuhan murid terhadap gurunya. Terlukis pandangannya dalam untaian bait syair nan indah:
Jangan sekali ‘nakku mengaji
Pada orang yang akhlaknya keji
Karena ilmunya ilmu IBLIS
Dunia akherat bahaya pasti

Kalau anakku ingin mendapat
Ilmu berguna ilmu berkah
Ibu bapakmu dan gurumu ingat
Wajib dihormati ditaati

Untaian syair tersebut mendeskripsikan pengalaman As Saggaf sendiri dalam kembaranya mencari ilmu, beliau senantiasa taat kepada orang tua dan guru-gurunya. Masuk Akal kemudian As Saggaf dapat mengukir prestasi secara kuantitas keilmuan dan kualitas keperibadian yang luar biasa karena kerja keras, ketekunan dan ketelitiannya mencari guru-guru yang shalih keperibadian dan luas bahtera keilmuannya.
Kelahiran orang-orang besar atau tokoh berpengaruh di dunia selalu memiliki cerita misteri kehidupanya tersendiri, demikian juga halnya dengan kelahiran As Saggaf  yang menjadi nama kecil Zainuddin Abdul Majid syarat akan makna dan nilai, nama itu diberikan oleh Ayahandanya karena sebelum menjelang hari-hari kelahirannya, dua ulama besar masing-masing dari Magribi dan Hadramaut yang bernama Saqqaf menitipkan pesan kepada ayahandanya, jika lahir seorang anak maka berikan nama sesuai dengan nama mereka, sejak lahir telah tersirat berbagai kelebihan dan keistimewaan yang akan terjadi kelak di belakang hari.
Kata Saqqaf سقاف  terambil dari akar kata  arab سقف يسقف yang berarti membuat atap atau mengatapi, sedangkan kata سقف  bermaknesiakan menjadi saggaf  selanjutnya dalam dialek Sasak (Bahasa Lombok) menjadi Segep dan Ibundanya pada masa kecil lebih sering memanggilnya dengan panggilan Gep. Secara pelan tapi pasti, dari seluruh harapan dua ulama besar itu. Assaggaf dewasa tumbuh dan berkembang sebagai tempat pencarian perlindungan dan keteduhan, ia menjadi sumber ilmu dan hikmah.
H. Abdul Madjid yang pada saat itu sebagai tokoh agama di wilayahnya, memiliki kesibukan yang sangat tinggi, perhatian yang besar khususnya dengan tugas-tugasnya dalam bidang keagamaan. Hal ini menyebabkan masyarakat Pancor sangat menghargai dan menyeganinya. Pada masa itu H Abdul Majid (Guru Mukminah) menjadi tokoh inti yang sekaligus merupakan tempat masayarakat bertanya dan mendalami  dalam masalah-masalah agama Islam.
As Saggaf mempunyai 6 saudara kandung antara lain:  Siti Syarbini, Siti Cilah, Hj. Sa’udah, H.M. Shabur, TGH. Faisal, dan Hj. Masyitah, terlihat sejak masa kecilnya As Saggaf sangat cerdas, jujur dan pandai serta mempunyai otak brilian. Hal itu membuat ayah bundanya menaruh perhatian yang khusus terhadapnya dan mencurahkan segala kasih sayangnya. As Saggaf menjadi tumpuan segala harapan ayah bundanya demi melakoni tugas mulia melanjutkan kepemimpinan ayahnya di belakang hari.
Mengamati kapasitas dan kecerdasan As Saggaf,  H. Abdul Madjid (datuk Abdul Majid) sebagai ayahandanya tidak menyia-nyiakan waktu,  Semenjak usia dini beliau menuntun serta mengajarinya dengan penuh keseriusan, kesabaran dan ketabahan. Ketika As Saggaf mulai tumbuh dan berkembang, kira-kira menginjak usia enam tahun sekitar pada tahun 1919 M, As Saggaf didaftarkan di Sekolah Rakyat (SR) selama 4 tahun di Pancor Lombok Timur.
Ayahandanya merasa tidak puas menyekolahkannya di pendidikan formal (SR), berikutnya As Saggaf diajari agama Islam secara khusus, karena Ayahdanya adalah tokoh agama yang sangat dihormati dan disegani karena ilmunya. Didikan sang ayah, dirasa oleh As Saggaf sebagai suatu yang sangat berpengaruh pada pendidikan selanjutnya ketika belajar di Madrasah Assaulatiyah Makkah Al Mukarromah. 
Selain Ayahnya, As Saggaf juga berguru secara khusus pada tokoh lokal yang juga berpengaruh pada waktu itu, seperti TGH. Syarafuddin Pancor, Muhammad Said Pancor dan TGH. Abdullah bin Amid Dulaji Kelayu, Lornbok Timur. Ketiga gurunya ini turut pula mem­bentuk kepribadian dan kemampuan intelektualnya. Mereka termasuk orang yang paling berjasa membentuk keperibadian As Saggaf sehingga menjadi terpandang, setelah ayahandanya sendiri. Hal itu yang menyebabkan As Saggaf ketika dewasa menganggap guru merupakan orang tua kedua yang harus dihormati, dicintai dan disegani, sehingga, senantiasa berpesan agar teliti mencari guru dalam belajar, karena guru menjadi penentu masa depan. Guru memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan jiwa, pemikiran serta karakter muridnya. Seperti tertulis dalam Sya’irnya:
Wahai anakku rajin berguru
Pilih yang mursyid menjadi guru
Lagi pula mukhlis, to’at selalu
Serta amanah, berkah guru

Terukirnya Syair nan indah ini, dapat dipastikan terilhami oleh histori kehidupan awalnya, betapa memilih guru dalam belajar sangat urgen, tidak saja untuk meraih ilmu secara kognitif, psikomotorik dan afektif melainkan untuk meraih keberkahannya. Sehingga sepanjang usiannya, di setiap napas hidupnya As Saggaf selalu menekankan pada pentingnya menghormati dan memuliakan guru.
Masa-masa kecil As Saggaf seperti layaknya kebanyakan anak Pancor seusianya, suka bermain, bergaul dengan kawan-kawannya walau tentu tak pernah melupakan nasihat ayah bundanya untuk tetap melaksanakan sholat dan tidak mengabaikannya. Cerita kegemaran masa kecilnya seperti yang dikisahkan kembali oleh H Fahruddin berdasarkan cerita dari orang tuanya (H. Ain) yang menjadi teman kecil As Saggaf  Saggaf sering kali miqat kecial (menangkap burung kecial) dengan saya dan selalu saja saya mengalami sial, tidak mendapatkan seekor  burungpun,  Sementara Saggaf mendapatkannya”. H Ain kemudian menalaah pengalaman masa kecilnya bersama Saggaf, lalu menafsirkannya: Saya menjadi mengerti bahwa ternyata burung kecial itu menjadi isyarat betapa masyarakat  lebih memilihnya menjadi panutan dan pemimpin seperti yang terlihat bahwa kharismanya tak tertandingi dengan tokoh manapun di tempat ini.
Cerita lain tentang masa kecil Saggaf seperti dikisahkan juga oleh Papuk (Mastur) “saya dulu setiap bertemu dengannya, saya selalu diminta menyenggeknya (menggendongnya di atas leher saya) dan dia terlihat sangat kegirangan” ini juga bisa dimaknakan betapa Saggaf kecil telah menampakkan misteri kehidupan tersendiri, dan pada masa dewasanya selalu tampil menjadi terdepan, sebagai pemimpin kharismatik dan sangat berani menegakkan kebenaran.
Sifat belas kasih, penyayang Saggaf juga telah tampak pada masa kecilnya, seperti yang dikisahkan putri tercintanya Hj. Rauhun Zainuddin Abdul Majid “ Kerap kali setiap mengendarai becak (seperti andong di Jawa), dalam perjalanan pulang atau pergi dari rumahnya, jika bertemu temannya Saggaf senantiasa memintanya naik untuk menemaninya, baru kemudian melanjutkan perjalanannya” Cerita ini mendeskripsikan bahwa Saggaf  dewasa hadir menjadi seorang pemimpin yang senantiasa mengayomi, melindungi dan menjadi sarana ummat sampai kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menginjak usia 17 tahun yaitu pada tahun 1341 H/1923 atas perhatian dan keinginan kuat sang ayah, As Saggaf selanjutnya meneruskan pendidikannya di Madrasah As Saulatiyah Makkah Almukarrornah, untuk memperdalam ilmu pengetahuan agamanya. As Saggaf berangkat bersama ayah-bundanya. Keikutsertaan sang ayah bersamanya dengan satu tujuan, memilih sekolah yang sesuai dengan visi ayahnya sekaligus menuntut ilmu yang dibutuhkan oleh rnasya­rakat Sasak secara khusus.
Bukan sekedar mecari sekolah, malah dalam mencari guru pun ayahnya sangat selektif memilihkan guru yang terbaik untuknya. Karena baginya hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan intlektual dan kepribadiannya. Tujuan ayahnya mencarikan guru terbaik di Makkah Al Muklarromah tidak lain untuk menentukan Sang Guru yang sesuai dengan faham ayah­nya, yaitu paham ahlus sunnah wal Jamaah.
Nama As Saggaf selanjutnya diganti oleh ayahandanya setelah menunaikan ibadah Haji menjadi M. Zainuddin,  nama ini di ambil dari nama Ulama’ besar, maha Guru di Masjidil Haram yang bernama Syekh M. Zainuddin Serawak, karena terpesona dengan akhlak dan kepribadian yang sangat menawan hati. Ayahnya berharap nantinya agar As Saggaf memiliki akhlak dan berkepribadian yang serupa dengan orang yang di tiru namanya “Al ismu yadullu ala al Musamma”.

MENYELAMI ILMU DAN HIKMAH PADA ULAMA AL-SHOLATIYAH
Gerbang ilmu Masjidil Haram telah terbuka lebar oleh As Saggaf,  dan selanjutnya As Saggaf berhasil melintasi “palung” ilmu yang sangat dalam. As Saggaf sungguh larut dan tenggelam dalam lautan terdalam dan samudra ilmu yang sangat luas, dengan membawa mutiara-mutiara yang sangat berharga. Hadiah pengembaraannya menuntut ilmu dan hikmah menjadi cukup memadai bagi As Saggaf dalam membangun bangsanya sendiri. Namun As Saggaf selalu haus dengan ilmu pengetahuan dan selalu merasa kurang dengan ilmu yang dikuasai, tidak mau ketinggalan dengan sahabat­-sahabatnya dari berbagai penjuru dunia, As Saggaf ingin menunjukkan sekaligus mewariskan tradisi mencari ilmu bagi masyarakatnya yang tidak tidak boileh berhenti pada satu tempat, tetapi harus menziarahi luasnya samudera penegatahuan yang tak pernah bertepi.
Selanjutnya As Saggaf menentukan pilihannya kepada Madrasah Al-Sholatiyah Makkah setelah sekitar lima (5) tahun khusuk belajar di Masjidil Haram. Madrasah AI-Sholatiyah pada saat itu dipimpin oleh Syekh Salim Rahmatullah, putra syekh Rahmatullah pendiri madrasah tersebut. Lembaga pendidikan Islam ini merupakan lembaga pendidikan Islam pertama ditanah suci Makkah dan dikenal telah banyak menghasilkan ulama’- ulama’ besar di berbagai penjuru dunia. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan yang memotivasi As Saggaf untuk  menyelami tradisi keilmuan di madrasah ini.
Di Madrasah ini prestasi As Saggaf sangat cemerlang. Setiap pelajaran diberikan oleh gurunya diterima dengan sangat baik. Tak satupun  ilmu yang terlupakan. Semuanya diserap dan disimpan dalam ingatannya. Kecerdasan yang diperlihatkan oleh As Saggaf membuat para gurunya berdecak kagum, dengan nilai ujian akhir yang sangat istimewa yaitu rata- rata 10.
Kenangan seorang ulama besar yang bernama Syekh Zakaria, mantan teman sekelasnya di Madrasah As Saulatiah “Saya teman sekelasnya, teman seangkatan dengan Syekh Zainuddin, saya bergaul sangat akrab dengannya beberapa tahun, saya sangat  kagum kepadanya sampai-sampai jam istirahatpun diisinya dengan menekuni kitab pelajaran dan bermuzakarah dengan teman-temannya
Seorang maha gurunya sendiri Al-Allamah Al Adib Al-Syekh Al-Sayyid Muhammad Amin Al Qutbi secara khusus memuji kecerdasan otak dan kemuliaan akhlaknya:
Demi Allah, Saya kagum dengan Zainuddin
Kagum atas kelebihannya atas orang lain
Pada kebesarannya yang tinggi
Dan kecerdasannya yang tiada tertandingi
Jasanya yang semerbak dimana-mana
Menunjukkan satu-satunya permata
Yang tersimpan pada moyangnya
Buah tangannya indah lagi menawan
Pena bunga-bungaan
Yang tumbuh teratur dengan gunung.

Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki adalah seorang ulama terkemuka di kota suci Makkah, menegaskan bahwa tak seorang pun ulama dan pencinta ilmu di Tanah Suci Makkah yang tidak kenal dengan As Saggaf (Zainuddin). Syekh Zainuddin adalah ulama besar, bukan hanya milik umat Islam Indonesia melainkan umat Islam dunia”.
Kehadiran As Saggaf (Zainuddin) di Al-Sholatiyah sendiri tidak hanya mengandung misi keilmuan, namun telah mengharumkan nama besar bangsanya sendiri, Indonesia, mengharumkan nama daerah tercintanya, Lombok, sebagai pulau kecil di Indonesia, namun telah berhasil melahirkan ulama besar dunia. Nama besar yang disandang oleh As Saggaf (Zainuddin) terbukti dengan beberapa kunjungan silaturrahmi para sehabatnya ke Pancor Lombok. Hampir semua kawannya dating pada setiap hari peringatan Hari Ulang Tahun (HULTAH) NWDI untuk menhadiri sekaligus memberikan pujian terhadap keperibadian, keilmuan dan kebesaran As Saggaf (Zainuddin).
Beberapa ulama yang memiliki andil besar dalam mengembangkan intelektualitas dan karakter As Saggaf, khususnya di Makkah al-Mukarramah, Di antara ulama besar yang telah berjasa mengajar dan mendidiknya, khususnya  di Madrasah Al-Sholatiyah adalah: Alimul Allamah Syaikh Hasan Muhammad Al-Masyasyath. Al-Alimul Allamah al-Faqih Umar Bajunaid As-Syafi’I, Al-Alimul Allamah Al-Faqih Syaikh M. Said Al-Yaman, Al-Alimul Al-Mutafannin Sibawwaihi Zamanihi Syaikh Ali Al-Maliki, Syaikh Marzuki Al-Falimbani, Syaikh Abu Bakar Al-Falambani, Syaikh Hasan Jambi Assafii, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Syaikh Mukhtar Betawi, Syaikh Abdullah Al-Bukhari, Syaikh Umar Hamdan Al-Mihrasi Al-Maliki, Syaikh Abdus Satar Assidqi, Syaikh Abdul Qadir As-Syibli Al-Hanafi, Syaikh M. Amin Al-Kutbi, Syaikh Muhsin Al-Musawa, Syaikh Khalifah Al-Maliki, Syaikh jamal Al-Maliki, Syaikh As-Shalih M. Shalih Al-Kalimantani As-Syafi’I, Syaikh Mukhtar Makhdum Al-Hanafi, Syaikh Salim Gianjur, Syaikh Ahmad Dahlan Shadaqaoh, Syaikh Salim Rahmatullah Al-Maliki, Syaikh Abdul Gani Al-Maliki, Syaikh Muh. Arabi At-Tubani Al-jazairi, Syaikh Umar Faruq Al-Maliki, Syaikh Al-Wa’idh Abdillah Al-Farisi dan Syaikh Malla Musa.
Selain itu ada terdapat beberapa ulama besar lainnya yang secara khusus telah mendidik As Saggaf berba­gai disiplin ilmu keislaman, mulai dari Al-Quran, Hadist, falak dan lain-lain. Dalam Ilmu Tajwid, Al-Qur’an dan Qiraat Sab’ah adalah: Syaikh Jamal Mirdah, Syaikh Umar Arbain, Syaikh Abdul Latif Qori, Syaikh Muh. Ubaid, Syaikh dan beberapa guru besar Al-Qur’an lainnya. Dalam Ilmu fiqih, Tasawuf, Tauhid, Usulfiqih, dan Tafsir, As Saggaf belajar kepada: Syaikh Umar Bajunaid As-Syafi’I, Syaikh Muh. Said Al-Yamani,  Syaikh Mukhtar Betawi, Syaikh Abdul Qadir Al-Mandili, Syaikh Abdul Hamid Abdur Rabb Al-Yamani, Syaikh Muhsin Al-Musawam dan Syaikh Abdullah Al-Lahaji.
Selanjutnya dalam Ilmu Arudl (syair bahasa arab) As Saggaf berguru pada: Syaikh Abdul Gani Al-Qodli dan Syaikh Muh. Amin Al-Qutbi, Dalam kajian Ilmu Falak As Saggaf belajar pada: Syaikh Salim Cianjur, Syaikh Khalifah Al-Maliki, Ahmad Dahlan sadaqoh As-Syafi’i. Dalam bidang Ilmu Hadits, Mustholahulhadits, Mustholahul-tafsil, Ilmu Faraid, Siroh dan berbagai ilmu alat (nahwu saraf) As Saggaf berguru pada: Syaikh Ali Al-Maliki, Syaikh Jamal Al-Maliki, Syaikh Umar Hamdan, Syaikh Abdullah Al-Bukhari As-Syafi’I, Syaikh Hasan Muh. Al-Masisyat Al-Maliki, Syaikh Mukhtar Mahdun Al-Hanafi, Syaikh As-Sayid muhsin Al-Musawa, Syaikh Muh. Amin Al-kutbi, Syaikh Umar Faruq Al-Maliki dan Syaikh Abdul Qadir As-Salabi Al Hanafi. Dalam Ilmu Aurod (hizb) As Saggaf belajar pada: Al-Lamah (kyiai) Falak (Bogor Jawa Barat) dan Syaikh Malia Musa Al-Magribi. Adapun dalam Ilmu Al-khot (kaligrafi) Arab, As Saggaf berguru pada: Syaikh Abdul Aziz Langkat, Syaikh Muh. Rais Al-Maliki  dan Syaikh Daud Al-Rumani.
Karena ketekunan As Saggaf belajar pada guru-guru terbaik saat itu, maka dapat dibayangkan betapa dalam bahtera ilmu pengetahuan yang telah diselami. As Saggaf selama masa belajarnya di Kota Suci Makkah al-Mukarramah. Sehingga, tak mengeherankan jika As Saggaf lahir dan tumbuh menjadi ulama besar yang sangat berpengaruh di tanah airnya. Terlebih, jika menelaah kembali pergulatan intelektualnya selama ini di Makkah. Tak ada seorangpun yang meragu­kan kapasitas dan kapabilitas intelektualnya.
Guru-guru besar As Saggaf tersebut, menganut faham ahli sunnah wal jama’ah,  dan tak seorangpun diantara guru-guru beliau yang menganut faham selain itu, seperti mu’tazilah, murji’ah, syi’ah dan lainnya. As Saggaf senantiasa berpedoman pada pesan dan nasehat nasehat ayahandanya untuk menuntut ilmu kepada ulama yang bearqidah Ahli Sunnah wal Jamaah. Sehingga, wajar As Saggaf berpesan untuk berhati-hari memilih mencari guru, sebagaimana yang dimanatkan ayahandanya kepada dirinya sendiri. Pesan beliau selalu disampaikan di banyak majlis taklimnya terutama di pulau Lombok dan semua abang NW di seluruh wilayah Indonesia “Hati-hatilah mencari guru, memilih guru jangan sembarang pilih, pilihlah guru yang memenuhui syarat, guru merupakan sumber ilmu, hikmah dan kebenaran serta tuntunan bagi murid untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akherat. Syarat minimal sebagai seorang guru adalah berbakti kepada orang tua, taat pada guru, berakhlak mulia dan memiliki kemampuan”.
Pesan yang selalu disampaikan berulang-ulang ini kepada seluruh masya­rakat Islam, bukan tidak memiliki dasar philosofis. Dalam kata pengantar yang di tulis As Saggaf (Zainuddin) untuk Kitab Bugyatul Mustarsidin buah karya Maulana Syekh Hasan Muhammad Al-Masyasyat antara lain menulis bahwa Nabi Muhammad telah menasehati umatnya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Anas RA bahwa sesungguhnya ilmu ini (tentang halal dan haram) adalah agama, maka cermatilah dari siapa ka­lian mempelajari agama kalian. Barangkali inilah yang dijadikan landasan oleh beliau termasuk ayahnya sehingga selalu berpesan untuk berhati-hati dalam mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan. Bahkan ia sendiri yang merealisasikan pesan berharga tersebut sehingga  ia menamatkan sekolahnya dengan prestasi yang luar biasa dan mengagumkan.
Mendekati masa kedatangannya, kembali dari pengembaraan ilmu pengetahuan dan hikmah dari tanah suci Makkah untuk selanjutnya berkiprah di tanah airnya (lombok Indonesia), ada cerita mistis yang sarat akan makna dan nilai, cerita ini dikisahkan kembali oleh Bapak Haji Abdul Kabir, MH mengutip cerita yang dikisahkan oleh Neneknya Inaq Sir’ain “Dulu Datuk Abdul Majid (Ayahndanya Ass Saggaf) memiliki 2 ekor bebek, masing-masing jantan dan betina yang berwarna hitam, namun uniknya semua anak keturunan berwarna putih hingga ratusan jumlahnya, tapi secara tiba-tiba tiga hari sebelum kedatangan As Saggaf semua bebek itu terbang (moksa) mengarah ke gunung Rinjani dan hilang tidak pernah kembali kemudian kisah ini ditafsirkan bahwa kedatangan Putra Rinjani alias As Saggaf laksana pertanda sirnanya kegelapan, kebodohan dan kekufuran di masyarakat Lombok kemudian tergantikan dengan kebaikan, cahaya dan kebenaran.
Demikianlah riwayat hidup As Saggaf seorang keturunan orang terpan­dang di pulau Lombok (baca silsilah keturunan beliau hingga Datuk Kowar). Konon, dari keturunannya ada tetesan “darah biru” Raja-Raja Sulawesi dan Raja Selaparang, sebuah kerajaan Islam di Lombok yang memiliki semangat mujahid membela tanah air, bangsa dan agama. Para pejuang dan pahlawan Islam di Pulau Lombok.
main wrapper