Oleh : Jamiludin
Presentase Kelas PAI pada Pascasarjana IAIN Mataram
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Permasalahan
a.
Latar Belakang
الإمام
مالك
في
موطئه وَحَدَّثَنِى
عَنْ
مَالِكٍ
أَنَّهُ
بَلَغَهُ
أَنَّ
رَسُولَ
اللَّهِ
صلى
الله
عليه
وسلم
قَالَ
تَرَكْتُ
فِيكُمْ
أَمْرَيْنِ
لَنْ
تَضِلُّوا
مَا
تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا
كِتَابَ
اللَّهِ
وَسُنَّةَ
نَبِيِّهِ
“Telah kutinggalkan dua perkara dan apabila di antara kamu
berpegang teguh pada keduanya kamu sekalian tidak akan tersesat dan kedua
perkara tersebut adalah Al-qur’an dan hadits.”
(H.R. Malik)[1]
Hadits ini menegaskan posisi sunnaturrasulih sebagai dasar
penetapan atau pengambilan hukum (istinbat hukum). Posisi strategis ini
sekaligus menjadi isyarat bagi tiap-tiap ummat Islam untuk mengenal (to know ), Memahami (To understand) dan mengamalkan
(to do) al hadits. Persoalannya, bagaimana cara paling tepat dan berhasil
guna yang ditempuh ummat muslim untuk mengenal (to know ), Memahami ( To
understand ) dan mengamalkan (to do)
al hadits?
Mengenal atau menghapal hadits tentu dapat dilakukan dengan
membaca kitab-kitab hadits. Sedangkan mengamalkan petunjuk al-hadits niscaya
didahului dengan mengenal dan memahami subtansi hadits. Sementara itu, memahami
hadits ummat muslim harus melakukan pengkajian yang inten berdasarkan pelbagai
perspektif.
Memahami hadits dapat pula ditempuh dengan mempelajari sejarah
para penulisnya dan metodologi yang digunakan. Dinyatakan oleh beberapa expert
bahwa konstelasi sejarah hidup berkontribusi terhadap penulisan hadits yang
dilakukan para penulis hadits. Alasan sosiologis yang membentuk pemikiran dan
sikap menjadi dasar dari kecenderungan hubungan sejarah hidup dengan format
maupun subtansi hadits yang ditulis. Lain dari itu, pengalaman akademik penulis
hadits yang diaplikasi melalui metodologi penulisan yang dipakai, sangat
potensial ditelaah dalam memahami hadits.
Dalam kaitan dengan memahami hadits yang ditulis Imam Muslim,
sejarah hidup atau biografi dan metodologi penulisannya pun merupakan salah
satu yang harus ditelaah. Maka dari itu, penulisan tentang Imam Muslim dan
Metodologi Penulisan Haditsnya ini pun diawali dengan adanya kebutuhan penulis
untuk memahami hadits-hadits yang ditulis Imam Muslim.
b.
IDENTIFIKASI MASALAH
Hadits-hadits dalam kitab Imam Muslim sangat populer dan cukup
dominan dijadikan dasar hukum dalam pelbagai keperluan. Hadits-hadits Imam
Muslim ini juga sangat dikenal dengan hadits mutafaqun alaih. Sedemikian
dhobit-nya hadits-hadits dalam kitab Imam Muslim, tentu memunculkan keinginan
yang kuat untuk memamaminya. Sisi-sisi urgen dan strategis ditelaah dalam
kaitan dengan effort memahami hadits dalam kitab Imam Muslim adalah biografi
dan metodologi penulisan yang melekat dengan
pribadi Imam Muslim sendiri.
c.
Batasan Masalah
Dalam kertas kerja ini, penulis akan mendeskripsikan secara
berturut-turut tentang: Biografi Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits
Imam Muslim.
d.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Biografi
Imam Muslim?
2.
Bagaimanakah metodologi
penulisan hadits Imam Muslim?
B.
TUJUAN PENULISAN
Penulisan
makalah sederhana atau kertas kerja ini bertujuan untuk:
a.
Mendeskrepsikan Biografi
Imam Muslim.
b.
Mendekrepsikan metodologi
penulisan Hadits Imam Muslim.
C.
MANFAAT PENULISAN
a.
Penulisan makalah
sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I
Tahun 2014-2015 program studi PAI untuk
menambah wawasan berkenaan dengan studi hadits.
b.
Penulisan makalah
sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I
Tahun 2014-2015 program studi PAI untuk
melakukan komparasi dengan hadits-hadits yang dibukukan oleh imam-imam yang
lain.
c.
Penulisan makalah
sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I
Tahun 2014-2015 program studi PAI sebgai
bahan diskusi untuk menemukan kajian yang lebih komprehensif dan akurat dalam
kaitan dengan tujuan penulisan kertas kerja ini.
BAB
II
BIOGRAFI
DAN METODOLOGI PENULISAN HADITS IMAM MUSLIM
A. BIOGRAFI IMAM MUSLIM
a.
Nama, Kuniyah dan Nasab
Nama lengkap beliau Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kusyadz
al-Qusyairi an-Naisaburi Kuniyah beliau: Abul Husain.
Nasab beliau:
1.
Al Qusyairi; merupakan nisbah kepada kabilah besar Al Qusyairi,
mayoritas ulama diantaranya Ibnu Sholah dan Nawawi mengatakan bahwa beliau
merupakan suku asli dari kabilah tersebut dan ada juga yang berpendapat bahwa
nisbah kepada Qusyair merupakan nisbah perwalian saja
2.
An Naisaburi; merupakan nisbah yang ditujukan kepada negeri
tempat beliau tinggal, yaitu Naisabur . Satu kota besar yang terletak di daerah
Khurasan dan merupakan kota terindah serta yang paling istimewa di wilayah
Khurasan[2]
b. Kelahiran Beliau
Para ulama berbeda
pendapat dalam penentuan tahun kelahiran beliau; sebagian mereka diantaranya
Imam Ibnu Katsir dan Al Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwa tahun kelahirannya
adalah tahun 204 Hijriah , adapun Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi
berpendapat bahwa kelahiran beliau pada tahun 206 Hijriah .[3]
c.
Ciri-ciri, sifat dan profesi beliau
Beliau mempunyai perawakan yang tegap, berambut dan berjenggot
putih, serta mengulurkan ujung surbannya diantara dua punggungnya. Menurut Imam
Dzahabi beliau memiliki sifat yang keras dan tegas Imam Muslim juga dikenal
sebagai seorang saudagar kain yang kaya lagi dermawan di Naisabur.[4]
d.
Aktifitas dan rihlah beliau dalam menimba ilmu
Imam Muslim lahir dan tumbuh di lingkungan yang memberikannya
peluang yang sangat luas untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, karena Naisabur
pada saat itu merupakan negeri yang penuh dengan peninggalan ilmu-ilmu sunnah.
Semua itu terjadi karena banyaknya orang-orang yang giat untuk memperoleh ilmu
dan mentransfer ilmu, maka besar kemungkinan bagi orang yang terlahir di
lingkungan masyarakat seperti ini akan tumbuh dengan ilmu juga. Kesempatan yang
terhampar luas di hadapan Imam Muslim kecil ini tidak di sia-siakannya untuk
memetik dan menikmati buah-buah ilmu syariat.
Beliau mulai mendengar hadits di negerinya sendiri pada tahun 218
Hijriah dari gurunya Yahya bin Yahya At Tamimi, pada saat itu umurnya baru
menginjak dua belas atau empat belas tahun.
Besar kemungkinan ayah beliau serta keluarganya yang lain juga
mempunyai andil besar dalam memotivasinya untuk menuntut ilmu. Para ulama telah
menceritakan bahwa ayah beliau yang bernama Al Hajjaj termasuk dari kalangan
orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu syar’i.
Setelah beberapa lama beliau menimba ilmu di negerinya maka
muncul keinginan besar untuk menambah perbendaharaan ilmu syar’i beliau dengan
cara rihlah (mengadakan perjalanan). Rihlah dalam rangka menuntut hadits
merupakan syi’ar ahlul hadits pada abad-abad pertama karena berpencarnya para
pengusung sunnah dan riwayat-riwayat di berbagai belahan negeri Islam yang
sangat luas. Maka Imam Muslim pun tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam
meniti jalan ini, karenanya dalam sejarah beliau tertulis rihlah ilmiahnya,
diantaranya;
Rihlah pertama; Muslim berkesempatan mengadakan perjalanan
hajinya pada tahun 220 Hijriah. Pada saat itu beliau masih muda belia, beliau
berjumpa dengan syaikhnya Abdullah bin Maslamah al Qa’nabi di Makkah, dan
mendengar hadits darinya, sebagaimana beliau juga mendengar hadits dari Ahmad
bin Yunus dan beberapa ulama hadits yang lainnya ketika di tengah perjalanan di
daerah Kufah. Kemudian setelah itu beliau kembali lagi ke negerinya dan tidak
memperpanjang rihlahnya pada saat itu.
Rihlah kedua; rihlah kedua ini waktunya lebih lama dan lebih
meluas karena beliau menjelajah ke negeri Islam lainnya. Rihlah ini dimulai
sebelum tahun 230 Hijriah. Beliau berkeliling dan memperbanyak mendengar
hadits, hingga beliau mendengar dari banyak ahli hadits, dan mengalami banyak
kemajuan di bidang ilmu hadits yang mengantarkan beliau kepada derajat seorang
imam.[5]
Beberapa
negeri yang beliau masuki, diantaranya;
a.
Khurasan dan daerah sekitarnya; di sini beliau belajar dari Yahya
bin Yahya dan Ishaq bin Rahuyah
b.
Ar Ray; di sini beliau belajar dari Muhammad bin Mihran dan Abu
Ghassan
c.
Iraq; beliau mengunjungi Kufah, Bashrah dan Baghdad. Beliau
sangat sering mengunjungi daerah ini dan kunjungan terakhir beliau di daerah
tersebut di tahun 259 H, di daerah ini beliau belajar dari Ahmad bin Hanbal dan
Abdullah bin Maslamah
d.
Hijaz; beliau mengunjungi Makkah dan Madinah. Di kedua kota suci
ini beliau belajar dari Said bin Manshur dan Abu Mush’ab.
e.
Negeri Syam; Imam Khattabi, Ibnu Asakir dan As Sam’ani
menyebutkan bahwa Imam Muslim sempat mengunjungi Syam namun hal itu diingkari
oleh Imam Dzahabi dengan dalih Imam Muslim hanya belajar dari seorang guru yang
merupakan penduduk Damasqus sehingga boleh jadi beliau hanya sekadar menemuinya
pada saat musim haji
f.
Mesir; di negeri ini beliau belajar dari ‘Amru bin Sawad dan
Harmalah bin Yahya[6]
e.
Guru-guru beliau
Perjalanan ilmiah yang dilakukan imam Muslim menyebabkan beliau
mempunyai banyak guru dari kalangan ahlul hadits. Al Hafizh Adz Dzahabi telah
menghitung jumlah guru yang diambil riwayatnya oleh imam Muslim dan dicantumkan
di dalam kitab shahihnya, jumlah mereka mencapai 220 orang, dan masih ada lagi
selain mereka yang tidak di cantumkan di dalam kitab shahihnya
Muhaddits Medinah Asy Syaikh Abdul Muhsin al Abbad hafizhahulloh
menukil dari Tahdzib at Tahdzib karya al Hafizh Ibn Hajar al Asqalani sepuluh
nama guru imam Muslim yang memiliki riwayat terbanyak dalam kitab shohih
Muslim. Berikut kami sebutkan nama-nama mereka sesuai urutan jumlah
periwayatannya :
a.
Abu Bakar bin Abu Syaibah; jumlah riwayatnya 1540 hadits
b.
Abu Khaitsamah Zuhair bi Harb An Nasaai; jumlah riwayatnya 1281
hadits
c.
Muhammad bin Mutsanna, yang digelar dengan az Zamin; jumlah
riwayatnya 772 hadits
d.
Qutaibah bin Said; jumlah riwayatnya 668 hadits
e.
Muhammad bin Abdullah bin Numair; jumlah riwayatnya 573 hadits
f.
Abu Kuraib Muhammad bin al ‘Alaa bin Kuraib; jumlah riwayatnya
556 hadits
g.
Muhammad bin Basysyar, yang dikenal dengan gelar Bundaar; jumlah
riwayat beliau 460 hadits
h.
Muhammad bin Rafi’ an Naisaburi; jumlah riwayatnya 362 hadits
i.
Muhammad bin Hatim, yang dikenal dengan as Samiin; jumlah
riwayatnya 300 hadits
j.
Ali bin Hujr as Sa’di; jumlah riwayatnya 188 hadits
Kesepuluh guru imam Muslim yang disebutkan di atas juga merupakan
guru imam Bukhari. Imam Abu ‘Amr ibn ash Sholah berkata, “Walaupun imam Muslim
belajar dan mengambil faidah dari imam Bukhari akan tetapi beliau menyertai
imam Bukhari dalam berguru kepada beberapa ulama”.
Selain kesepuluh guru yang disebutkan di atas masih banyak guru
imam Muslim yang beliau mengambil ilmu dari mereka akan tetapi beliau tidak
menyebutkan periwayatannya dalam kitab Shohih Muslim kecuali sedikit bahkan ada
yang tidak disebutkan sama sekali.[7]
Diantara guru-guru beliau yang
paling menonjol selain yang telah disebut di atas, adalah:
a.
Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab Al Qa’nabi Al
Haritsi Al Bashri (wafat tahun 221 H); Beliau adalah guru imam Muslim yang
tertua.
b.
Abu Zakariyya Yahya bin Yahya bin Bakr bin Abdurrahman at Tamimi
an Naisaburi (wafat tahun 226 H); Beliau adalah seorang imam yang tsiqoh lagi
disayangi oleh penduduk Naisabur.
c.
Abu Utsman Said bin Manshur bin Syu’bah al Khurasani (wafat tahun
227 H); Beliau bermukim di Mekkah, penulis kitab as Sunan dan seorang imam yang
terkenal dengan kekuatan hafalannya sehingga dikatakan bahwa beliau tidak
pernah rujuk ke kitabnya karena sangat yakin dengan hafalannya.
d.
Abu Zakariyya Yahya bin Ma’in bin ‘Aun al Ghatafani Maulaahum al
Baghdadi (wafat tahun 233 H); seorang tsiqoh, hafizh dan imam masyhur dalam
ilmu al jarhu wa at ta’dil.
e.
Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Ja’far bin Najih as Sa’di
Maulaahum, beliau lebih dikenal dengan Ali ibn al Madini (wafat tahun 234 H);
beliau seorang yang sangat ahli dalam ilmu ‘ilal di zamannya sehingga mendapat
pujian yang sangat banyak dari para ulama, imam Bukhari bahkan pernah
berkomentar, “Aku tidak pernah memandang diriku kecil kecuali jika di hadapan
Ali ibn al Madini”
f.
Abu Muhammad Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad al Hanzholi al
Marwazi, beliau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Rahuyah (wafat tahun 238 H);
Beliau seorang imam yang faqih, mujtahid dan rekan dari Imam Ahmad
g.
Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy Syaibani al
Marwazi (wafat tahun 241 H); Beliau seorang muhaddits besar yang tsiqoh dan
merupakan hujjah, beliau digelar dengan Imamnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah
h.
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram as
Samarqandi ad Darimi (wafat tahun 255 H); seorang imam hafizh, tsiqoh dan
penulis kitab yang dikenal dengan sunan ad Darimi
i.
Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Kholid bin Faris bin Dzuaib
adz Dzuhli an Naisaburi (wafat tahun 258 H); seorang imam yang tsiqoh dan
hafizh yang mulia
j.
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (wafat tahun 256 H);
Beliau adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits dan penulis kitab hadits yang
paling diakui keshohihannya.[8]
Imam Bukhari adalah guru imam Muslim yang paling menonjol dan
paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan mengasah bakat serta
kemampuan imam Muslim dalam bidang hadits. Ketika imam Bukhari datang ke
Naisabur di tahun 250 H maka imam Muslim bermulazamah kepadah beliau dan
mengambil manfaat sebesar-besarnya terutama di bidang ilmu ‘Ilal Hadits yang
merupakan cabang ilmu hadits yang paling pelik dan membutuhkan ketelitian yang
luar biasa.
Al Hafizh Abu Bakar al Khathib al Baghdadi pada saat menceritakan
biografi imam Muslim, beliau berkata, “Imam Muslim hanyalah mengikuti jejak
imam Bukhari dan meniti ilmunya…”
Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani ketika menjelaskan sisi-sisi
yang menguatkan pendapat mayoritas ulama bahwa Shohih Bukhari lebih utama dari
Shohih Muslim, beliau berkata, “…para ulama telah sepakat bahwa Bukhari lebih
mulia dari Muslim dan lebih menguasai ilmu hadits, Muslim adalah murid dan
alumni madrasah Bukhari dan beliau senantiasa mengambil manfaat darinya serta
mengikuti jejaknya hingga imam Daraquthni menegaskan, “Seandainya bukan karena
Bukhari maka tentu Muslim tidak akan datang dan pergi”
Akan tetapi walaupun imam Muslim banyak belajar dan mengambil
manfaat dari imam Bukhari, tidak satu pun hadits dari periwayatan imam Bukhari
yang dicantumkan imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim. Hal itu disebabkan
tiga kemungkinan :
a.
Hasrat untuk mendapatkan sanad yang tinggi; sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya bahwa kebanyakan guru imam Bukhari juga guru imam Muslim
sehingga nampaknya beliau memandang tidak perlu pada saat meriwayatkan dari
guru-guru tersebut melalui perantaraan imam Bukhari, karena para ahli hadits
sangat mementingkan yang namanya sanad yang tinggi.
b.
Imam Muslim sangat terganggu dan bersedih melihat kenyataan di
zaman itu dimana begitu banyak kitab hadits yang mencampurkan antara shohih dan
lemah tanpa membedakannya. Atas dasar itulah beliau bertekad untuk menyusun
kitab hadits yang khusus mengumpulkan hadits-hadits shohih sebagaimana yang
telah dilakukan oleh imam Bukhari, dengan demikian apa yang beliau telah
riwayatkan dari imam Bukhari maka beliau pandang tidak perlu beliau cantumkan
ke dalam kitabnya.
c.
Permasalahan yang terjadi antara kedua guru beliau yaitu Muhammad
bin Yahya adz Dzuhli dan imam Bukhari; dimana adz Dzuhli menuduh bahwa Bukhari
mengatakan,”Lafazhku ketika membaca al Quran adalah makhluk”. Tentu saja imam
Bukhari terjaga dan selamat dari apa yang dituduhkan tersebut dan cukuplah
kitab yang beliau tulis Khalqu Af’aalil ‘Ibaad sebagai bukti akan hal itu. Imam
Muslim sepakat kepada imam Bukhari dan lebih cenderung kepadanya yang
menyebabkan imam adz Dzuhli marah kepadanya hingga beliau pada suatu hari
dikeluarkan dari majelisnya. Sebagian ulama menyebutkan demi menjaga perasaan
kedua gurunya yang berselisih itu akhirnya imam Muslim memutuskan untuk tidak
meriwayatkan hadits dari keduanya dalam kitab Shohih Muslim,wallohu a’lam.
f.
Murid-murid beliau
Al Imam Muslim sibuk menyebarkan ilmunya di negerinya dan
negeri-negeri Islam lainnya, baik dengan pena maupun dengan lisannya, sehingga
tidak mengherankan jika para penuntut ilmu sangat banyak yang mengambil ilmu
dari beliau.
Diantara murid-murid beliau
adalah;
a.
Abu Ahmad Muhammad bin Abdul Wahhab al Farra`(wafat tahun 272 H);
seorang perowi yang tsiqoh, beliau telah mengambil hadits dari imam Muslim
padahal beliau juga termasuk guru dari imam Muslim.
b.
Abu Hatim Muhammad bin Idris ar Razi
c.
Abu Bakar Muhammad bin An Nadlr bin Salamah al Jarudi
d.
Ali bin Al Husain bin al Junaid ar Razi
e.
Shalih bin Muhammad bin ‘Amr bi Habib Jazrah al Asadi Maulaahum
al Baghdadi (wafat tahun 293 H); beliau seorang hafizh, ilmunya luas lagi
mendalam dan kuat hafalannya. Al Idrisi berkata, “Aku tidak mengetahui
f.
Abu Isa Muhammad bin Isa at Tirmidzi (wafat tahun 279 H);
penyusun kitab Jami’ At Tirmidzi atau Sunan At Tirmidzi. Beliau telah
meriwayatkan dari imam Muslim sebuah hadits yang beliau cantumkan dalam kitab
Jami’ At Tirmidzi, kitab Ash Shiyam, Bab Maa Jaa Fii Ihsho Hilal Sya’ban li
Ramadhan
g.
Abu Ishaq Ibrahim bin Abu Thalib Muhammad bin Nuh bin Abdullah An
Naisaburi (wafat tahun 295 H); beliau seorang imam, hafizh dan syaikh Khurasan.
Imam Hakim berkata tentang beliau, “Beliau adalah imam di masanya dalam
pengetahuan tentang hadits dan rijal, beliau mengumpulkan para masyayikh dan
‘ilal”
h.
Abul Fadhl Ahmad bin Salamah An Naisaburi (wafat tahun 286 H);
beliau seorang hafizh, hujjah dan pendamping imam Muslim pada saat rihlah ke
Balakh dan Bashrah.
i.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah As Sulami An Naisaburi
Asy Syafi’i (wafat tahun 311 H); beliau seorang yang hafizh, hujjah, faqih dan
memiliki banyak karya tulis. Beliau memiliki perhatian yang besar terhadap
hadits dan fiqh sejak usia mudanya hingga beliau dijadikan sebagai teladan
dalam keluasan ilmu dan mumpuninya, beliau diberi gelar dengan Imamul A-immah
(imamnya para imam)
j.
Abu Hatim Makki bin ‘Abdan at Tamimi an Naisaburi (wafat tahun
325 H); belia seorang muhaddits yang tsiqoh dan mutqin
k.
Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Hatim at Tamimi al Hanzhali ar
Razi (wafat tahun 327 H); beliau seorang imam, hafizh, kritikus hadits dan
penulis kitab Al Jarh wa at Ta’dil dan Tafsir.
l.
Abu Hamid Ahmad bin Muhammad bin Asy Syarqi
m. Abu ‘Awanah Ya’qub bin
Ishaq al-Isfarayini (wafat tahun 316 H); beliau seorang imam yang mulia, hafizh
besar, tsiqoh dan berkeliling dalam menimba ilmu juga beliau pemilik kitab Al
Musnad ash Shohih al Mustakhraj ‘ala Shohih Muslim
n.
Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan al Faqih az Zahid.
g.
Rekomendasi dan Pujian para Ulama Terhadap Beliau
Imam Muslim adalah salah seorang ulama yang sangat menonjol dari
sisi kekuatan hafalan dan keluasan ilmu serta ketajaman pemahaman. Selain dari
itu beliau juga seorang yang istiqomah dan komitmen baik dari segi lahir maupun
batin dan hal ini merupakan ciri para ahlul hadits di sepanjang zaman.
Dengan berbagai keutamaan itulah maka tidak mengherankan jika
para ulama banyak melontarkan dan menyampaikan pujian kepada beliau yang
menunjukkan pengakuan mereka akan kelebihan yang dimiliki imam Muslim.
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa rekomandasi dan pujian
para ulama kepada beliau:
a.
Guru beliau yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra`
berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung ilmu, dan aku tidak
mengetahui darinya kecuali kebaikan.”
b.
Ahmad bin Salamah An Naisaburi yang merupakan murid serta teman
perjalanan imam Muslim pada saat rihlah, menuturkan; “Saya melihat Abu Zur’ah
dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara
pengetahuan tentang hadits shahih ketimbang para masyayikh di zamannya”.
c.
Ishak bin Mansur al Kusaj pernah berkata kepada imam Muslim:
“Sekali-kali kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menghidupkan
engkau bagi kaum muslimin.”
d.
Muhammad bin Basysyar Bundar berkata; “Huffazh dunia itu ada
empat; Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di
Samarqand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara.”
e.
Ibnu Abi Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray,
dan dia merupakan orang yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan
yang mendalam dalam masalah hadits. Ketika ayahku ditanya tentang dia, maka dia
menjawab; (Muslim) Shaduuq.”
f.
Maslamah bin Qasim al Andalusi berkata, ”Tsiqah, mempunyai
kedudukan yang agung, termasuk dari kalangan para imam.”
g.
Al Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub ibn al Akhram berkata,
“Kota kami hanya menghasilkan tiga ulama hadits, yaitu Muhammad bin Yahya,
Ibrahim bin Abu Tholib dan Muslim
h.
Ibnu ‘Uqdah menyatakan, “Sangat jarang imam Muslim terjatuh dalam
kesalahan dalam persoalan rijal hadits…”
i.
Abu Bakar ibn al Jarudi berkata, “Muslim bin Hajjah telah
menyampaikan hadits kepada saya dan beliau termasuk lumbung ilmu”
j.
Al Khatib Al Baghdadi berkata, “Dia merupakan salah seorang imam
dan penghafal hadits.”
k.
As Sam’ani menuturkan, “Termasuk salah seorang imam dunia.”
l.
Ibnul Atsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam
penghafal hadits.”
m. Nawawi mengatakan, “Para
ulama telah ijma’ akan kemuliannya, keimamahannya, ketinggian derajatnya,
kecerdasannya dalam bidang ini, beliau yang dikedepankan dan pendalamannya
sangat matang dalam hadits”
n.
Adz Dzahabi berkata, ” Abul Husain an Naisaburi seorang hafizh
dan salah satu dari rukun hadits”
o.
Ibnu Katsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam
penghafal hadits.”
h.
Hasil karya beliau
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Imam Muslim hidup di
abad-3 Hijriah yang merupakan abad keemasan bagi sejarah Islam dalam hal
penulisan karya-karya ilmiyah terutama di bidang hadits. Imam Muslim termasuk
diantara sederetan para ulama di zaman itu yang memiliki saham besar dalam
pengembangan bidang displin ilmu hadits dan itu dibuktikan dengan hasil karya
dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya ada yang
sampai kepada kita dan sebagian lagi ada yang tidak atau belum sampai.
Imam Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al Asmaa wa al Lughat
menyebutkan beberapa kitab yang telah ditulis oleh Imam Muslim sebagai berikut
:
a.
Al Musnad ash Shahih; ini adalah karya terbesar imam Muslim yang
beliau wariskan kepada ummat ini, kitab ini lebih dikenal dengan Shohih Muslim
b.
Al Musnad al Kabir ‘Ala ar Rijal. Imam Hakim berkata, “Menurut
saya tidak ada yang sempat mendengarkan dari beliau kitab tersebut”
c.
Al Jami’ al Kabir ‘alal Abwaab
d.
Al ‘Ilal
e.
Awhaamul Muhadditsin
f.
At Tamyiz; kitab ini telah dicetak di Maktabah al Kautsar-Riyadh
dan ditahqiq oleh asy Syaikh Prof.DR. Muhammad Mushtafa al A’zhami
g.
Man Laysa Lahu Illa Rowin Wahid; kitab ini lebih dikenal dengan
nama Al Munfaridaat wa al Wuhdan
h.
Thabaqaat at Tabi’in
i.
Kitab al Mukhadhramin
b.
Imam adz Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul Huffazh menyebutkan
beberapa tambahan kitab lain yang belum disebutkan di atas, diantaranya:
a.
Al Asma’ wa Al Kuna ; kitab ini telah dicetak oleh Darul Fikr di
Damaskus dalam 4 jilid.
b.
Al Afraad
c.
Al Aqraan
d.
Su`alaat Muslim li Ahmad bin Hanbal
e.
Hadits ‘Amru bin Syu’aib
f.
Al Intifaa’ biuhubi as Sibaa’
g.
Masyayikhu Malik
h.
Masyayikhu Ats Tsauri
i.
Masyayikhu Syu’bah
j.
Awladu ash Shahabah
k.
Afraadu Asy Syamiyyin
i.
Wafatnya beliau
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan dikebumikan di kampung
Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H
bertepatan dengan 5 Mei 875. dalam usia beliau 55 tahun atau 57 tahun.
Ahmad bin Salamah menceritakan, “Imam Muslim suatu hari
mengadakan suatu majelis mudzkaroh lalu ditanyakan padanya sebuah hadits yang
beliau tidak ketahui maka beliau segera pulang ke rumahnya lalu menyalakan
pelitanya dan berkata kepada orang yang ada di rumah, Jangan sekali-kali ada
seorang yang menemui saya”. Disampaikan kepada beliau bahwa ada yang
menghadiahkan sekeranjang kurma lalu diberikan kepada beliau. Maka mulailah
beliau mencari hadits sambil menikmati kurma satu per satu hingga masuk waktu
pagi dimana beliau telah mendapat hadits yang dicarinya dan kurma yang ada di
keranjang pun telah habis.
Imam Abu Abdillah Al Hakim berkata, “Kami bertambah yakin dari
apa yang dikabarkan oleh rekan-rekan kami bahwa beliau (imam Muslim) wafat
disebabkan hal itu”. Semoga Allah merahmati Imam Muslim dengan rahmat-Nya yang
luas.
B. Metode Imam Muslim dalam Sahihnya
Imam muslim tidak
mentapkan syarat tertentu yang dipakai dalam shahinya. Tetapi para ulama telah
menggali syaratnya itu melalui pengkajian terhadap kitabnya. Mereka menyimpulkan
bahwa syarat yang dipakai dalam Sahih Muslim ialah:
1.
Ia tidak meriwayatkan
hadits kecuali dari pada perawi yang adil, kuat hafalannya, jujur, amanah,
tidak pelupa. Dia juga meriwayatkan dari perawi yang memiliki sifat-sifat lebih
rendah dari sifat tersebut di atas.
2.
Dia sama sekali tidak
meriwayatkan kecuali hadits musnad (sanadnya lengkap), muttasil (sanadnya
bersambung) dan marfu’ (disandarkan) kepada Nabi Muhammad SAW. [9]
Berarti Imam Muslim tidak
selamanya harus berpegang teguh pada ketentuan sebagaimana yang dipakai oleh
Bukhari. Yaitu adanya tingkatan-tingaktan tertentu dalam periwayatan dan para
perawi. Karena itu, dia meriwayatkan hadits dari perawi yang haditsnya tidak dicantumkan oleh bukhari dalam
Shahihnya. [10]
Imam Muslim dalam
muqaddimahhnya memberikan penjelasan yang lebih gamblang mengenai syarat yang dipakai dalam shahihnya. Dia membagi hadits dalam tiga macam:
1.
Hadits yang diriwayatkan
oelh perawi yang adil dan kuat hafalannya.
2.
Hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang tidak diketahui keadaannya (mastur) dan kekuatan hafalannya
dipertengahan.
3.
Hadits yang diriwayatkan
hadits dari perawi kelompok pertama, dia selalu meriwayatkan hadits dari kelompok kedua. Muslim tidak
meriwayatkan hadits dari kelompok ketiga[11]
C. Ciri Khas Sahih Muslim
1.
Matan-matan hadits yang semakna beserta dengan
sanadnya diletakkan pada satu tempat, dan tidak dipisah dalam beberapa bab yang
berbeda, juga tidak mengulang hadits kecuali karena sangat perlu di ulang untuk
kepentingan sanad atau matan hadits. Cara ini lakukan oleh Muslim, karena
hadits ini bukan untuk menerangkan segi fiqih dan penggalian hukum dan adab
dari hadits tersebut. Tidak seperti Bukhari yang memang mempunyai maksud untuk
menggali kandungan hadits itu. Oleh karena itu dia menempuh caranya sendiri
untuk menyusun kitab shahihnya.
2.
Ketelitian dalam
kata-kata. Apabila seorang perawi dengan perawi lainnya terdapat perbedaan
lafaz, padahal maknanya sama. Muslim mencantumkan dan menerangkan matan-matan
hadits yang lafaznya berbeda itu. Begitu pula, jika seorang perawi mengatakan ثنا حد (dia menceritakan kepada kami), dan perawi lain mengatakan اخبرنا (dia mengabarkan kepada kami), maka muslim akan menjelaskan perbedaan lafaz ini. Apabila
sebuah hadits diriwayatkan oleh orang banyak dan teradapat beberapa lafaz yang
berbeda. Muslim akan menerangkan bahwa lafaz yang disebutkan itu berasal dari
si fulan. Oleh karena itu dalam hadits semacam ini, Muslim menerangkan واللفظ لفلان (lafaz
ini dari si fulan). itulah ketelitian dan kejujuran dalam periwayatan yang
menjadi ciri khas Imam Muslim.
3.
Hanya memuat
hadits-hadits musnad dan marfu’, yaitu hadits yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Saw, karena itu, dia tidak mencantumkan perkataan sahabat dan tabi’in.
4.
Dalam periwayatan Imam
Muslim tidak meriwayatkan hadits Muallaq. Di dalam kitabnya hanya terdapat 12
hadits Muallaq yang hanya sebagai hadits penguat (mutabi’)dan bukan hadits
utama.[12]
D. Jumlah Hadits Sahih Muslim
No
|
Penulis
Sahih Muslim
|
Jumlah
Sahih Muslim
|
ket
|
1
|
Ahmad bin Salamah
|
12.000 hadits
|
Termasuk hadits yang di
ulang-ulang
|
2
|
Abi Quraisy
|
4.000 hadits
|
Tidak termasuk hadits yang di
ulang-ulang
|
3
|
Prof. Ahmad Amin
|
7.275 hadits
|
Termasuk hadits yang terulang namun hitungan ini
sebenarnya untuk sahih Bukhari. Bukan
untuk sahih Muslim menurut Ibnu Salaah[13]
|
E. Kritik Hadits Sahih Muslim
Hadits yang mendapat kritikan dari para ulamak sebanyak 132
hadits. Diantaranya juga diriwayatkan oelh Bukhari sebanyak 32 hadits. Sisanya
yang berjumlah 100 hadits hanya diriwayatkan oleh Muslim.
a.
Para pembela dan pemberi
jawaban atas kritikan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Musliam
dalam
Fathul bari, ulama yang membela hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
muslim adalah
1)
Abnu Hajar Al-Asqalani
telah membela dan memberi jawaban atas kritikan
terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sedangkan,
2)
Imam Nawawi yang telah
membela dan memberi jawaban atas krtikan terhadap hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari yang di tuangkan dalam kitab Syarah Shahih Muslim
b.
Contoh hadits yang di
muntaqadah (kritik)
Diantara hadits-hadits yang mendapat kritikan dalam riwayat Imam
Imam Muslim dan Bukhari adalah :
1.
Hadits Abu Sufyan
Hadits ini menceritakan tentang Abu Sufyan menikahkan putrinya
Ummu Habibah dengan Nabi Muhammad Saw. Padahal Nabi telah menikahinya jauh
sebelum itu, yaitu ketika Ummu Habibah hijrah ke Bahasyah (Etiopia). Raja
Najasy bertindak sebagai wali wakil yang menikahkan Ummu Habibah. Sebab saat
itu Abu Sufyan belum masuk Islam. Ia baru memeluk Islam setelah penaklukkan
makkah. Jadi perawi hadits ini telah melakukan kesalah.[14]
2.
Hadits Abu Hurairah
Hadits
Abu Hurairah yang dikritik adalah yang berbunyi :
خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَلتُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ
“Allah menciptakan tanah pada hari Sabtu”
Hadits tentang penciptaan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya selama tujuh hari, hukanlah hadits marfu’ melainkan mauquf pada
Abi Hurairah. Itu hanyalah cerita Isrilliyat yang diterima dari Kaab al-Ahbar.
Hadit ini mendapat peringatan dari para ulama dan pengkritik hadits[15]
3.
Hadits tentang shalat
Kusuf (gerhana)
Hadits ini mengatakan bahwa
shalat kusuf dikerjakan dengan tiga kali rukuk atau lebih. Sebagian ahli
hadits mengatakan bahwa hadits ini mengandung illat (cacat). Karena terdapat
kesalahan dari perawinya. Tetapi Muslim juga meriwayatkan hadits sahih mengenai
sholat kusuf yang setiap rekaat, nabi melakukan rukuk dua kali.
Hadit
yang dikritik itu sedikit sekali jumlahnya. Bahkan tidak ada artinya bila
dibanding dengan ribuah hadits sahih yang terdapat dalam sahih Muslim.
Dari uraian di atas,
jelaslah bahwa sahih Muslim berada diperinkat tertinggi, dan menjadi salah satu
kitab hadits yang menjadi pegangan ummat Islam. Kritikan yang dilontarkan
terhadap hadits itu, karena Muslim menempuh jalan setingkat lebih rendah dari
syarat-syarat yang telah ditentukan. Dan tidak seorang pun yang mengatakan
bahwa dalam kitab itu terdapat hadits Maudu’ (palsu) dalam arti
perawinya berdusta. Sebagaimana yang telah dituduhkan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan para orientalis, musuh sunnah dan hadits Nabi Muhammad
Saw.[16]
Wallahu ‘alam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari semua uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
:
1.
Imam Muslim adalah salah
satu cendikiawan muslim yang telah berjasa dalam mengumpulkan hadits-hadits
dari sekian banyak para perawi hadits.
2.
Imam Muslim dalam semua
kehidupannya penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai negara
untuk mencari hadits seperti pergi ke Hijaz, Syiria, Mesir, Irak, Syam dan
negeri-negeri lainnya.
3.
Imam Muslim mempunyai
banyak guru terutama berguru kepada para ahli hadits seperti di Khurasan beliau
berguru pada Ulama Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, dan lain-lain
4.
Kegeniusan Imam Muslim dalam meriwayatkan hadits mendapat simpati dari
para ulama dan melahirkan banyak para ulama yang meriwayatkan hadits-hadits
beliau.
5.
Imam Muslim dalam metode
periwayatan tidak meriwayatkan hadits kecuali dari pada perawi yang adil, kuat
hafalannya, jujur, amanah, tidak pelupa.
B.
SARAN
Meskipun sudah banyak kitab syarah Shahih Muslim, baik yang masih
berupa catatan maupun yang sudah dicetak, tetapi masih dibutuhkan adanya
kitab-kitab syarah dan terjemah ke dalam semua bahasa sehingga lengkap dan
memuaskan. Diharapkan kepada para
mahasiswa Pascasarjana IAIN Mataram untuk
membuat proyek penyusunan Syarah/penjelasan mengenai Sahih Muslim dan
Metode-metode yang digunakan. Sehingga dapat memenuhi segala yang dibutuhkan
oleh para pelajar dan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslim
http://ustadzridwan.com/biografi-imam-muslim/
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php
M. Agus Solahudin dan Agus
Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009)
M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1999)
[1]
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php
[2]
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009) 234
[3]
ibid
[4]
ibid
[5]
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009) 235
[6]
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslim
[7]
http://ustadzridwan.com/biografi-imam-muslim/
[8]
ibid
[9]
M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999),
63
[10]
ibid
[11]
ibid
[12]
M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999),
64
[13]
Ibid, 66
[14]
M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999),
66
[15]
Ibid, 67
[16]
Ibid, 67