SELAMAT DATANG DI BLOG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) HAMZANWADI PANCOR

Rabu, 06 Mei 2015

SOHEH MUSLIM DAN METODE PENULISANNYA

Oleh : Jamiludin
Presentase Kelas PAI pada Pascasarjana IAIN Mataram


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Permasalahan
a.         Latar Belakang
الإمام مالك في موطئه وَحَدَّثَنِى عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“Telah kutinggalkan dua perkara dan apabila di antara kamu berpegang teguh pada keduanya kamu sekalian tidak akan tersesat dan kedua perkara tersebut adalah Al-qur’an dan hadits.” (H.R. Malik)[1]
Hadits ini menegaskan posisi sunnaturrasulih sebagai dasar penetapan atau pengambilan hukum (istinbat hukum). Posisi strategis ini sekaligus menjadi isyarat bagi tiap-tiap ummat Islam untuk mengenal (to know ), Memahami (To understand) dan mengamalkan (to do) al hadits. Persoalannya, bagaimana cara paling tepat dan berhasil guna yang ditempuh ummat muslim untuk mengenal (to know ), Memahami ( To understand ) dan mengamalkan (to do) al hadits?
Mengenal atau menghapal hadits tentu dapat dilakukan dengan membaca kitab-kitab hadits. Sedangkan mengamalkan petunjuk al-hadits niscaya didahului dengan mengenal dan memahami subtansi hadits. Sementara itu, memahami hadits ummat muslim harus melakukan pengkajian yang inten berdasarkan pelbagai perspektif.
Memahami hadits dapat pula ditempuh dengan mempelajari sejarah para penulisnya dan metodologi yang digunakan. Dinyatakan oleh beberapa expert bahwa konstelasi sejarah hidup berkontribusi terhadap penulisan hadits yang dilakukan para penulis hadits. Alasan sosiologis yang membentuk pemikiran dan sikap menjadi dasar dari kecenderungan hubungan sejarah hidup dengan format maupun subtansi hadits yang ditulis. Lain dari itu, pengalaman akademik penulis hadits yang diaplikasi melalui metodologi penulisan yang dipakai, sangat potensial ditelaah dalam memahami hadits.
Dalam kaitan dengan memahami hadits yang ditulis Imam Muslim, sejarah hidup atau biografi dan metodologi penulisannya pun merupakan salah satu yang harus ditelaah. Maka dari itu, penulisan tentang Imam Muslim dan Metodologi Penulisan Haditsnya ini pun diawali dengan adanya kebutuhan penulis untuk memahami hadits-hadits yang ditulis Imam Muslim.
b.        IDENTIFIKASI MASALAH
Hadits-hadits dalam kitab Imam Muslim sangat populer dan cukup dominan dijadikan dasar hukum dalam pelbagai keperluan. Hadits-hadits Imam Muslim ini juga sangat dikenal dengan hadits mutafaqun alaih. Sedemikian dhobit-nya hadits-hadits dalam kitab Imam Muslim, tentu memunculkan keinginan yang kuat untuk memamaminya. Sisi-sisi urgen dan strategis ditelaah dalam kaitan dengan effort memahami hadits dalam kitab Imam Muslim adalah biografi dan metodologi penulisan yang melekat dengan  pribadi Imam Muslim sendiri.
c.         Batasan Masalah
Dalam kertas kerja ini, penulis akan mendeskripsikan secara berturut-turut tentang: Biografi Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits Imam Muslim.
d.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Biografi Imam Muslim?
2.      Bagaimanakah metodologi penulisan hadits Imam Muslim?
B.   TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah sederhana atau kertas kerja ini bertujuan untuk:
a.      Mendeskrepsikan Biografi Imam Muslim.
b.      Mendekrepsikan metodologi penulisan Hadits Imam Muslim.
C.   MANFAAT PENULISAN
a.      Penulisan makalah sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I Tahun  2014-2015 program studi PAI untuk menambah wawasan berkenaan dengan studi hadits.
b.      Penulisan makalah sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I Tahun  2014-2015 program studi PAI untuk melakukan komparasi dengan hadits-hadits yang dibukukan oleh imam-imam yang lain.
c.       Penulisan makalah sederhana tentang Imam Muslim dan metodologi penulisan hadits ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa pasca sarjana IAIN Mataram semester I Tahun  2014-2015 program studi PAI sebgai bahan diskusi untuk menemukan kajian yang lebih komprehensif dan akurat dalam kaitan dengan tujuan penulisan kertas kerja ini.
BAB II
BIOGRAFI DAN METODOLOGI PENULISAN HADITS IMAM MUSLIM

A.  BIOGRAFI IMAM MUSLIM
a.      Nama, Kuniyah dan Nasab
Nama lengkap beliau Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi Kuniyah beliau: Abul Husain.
Nasab beliau:
1.         Al Qusyairi; merupakan nisbah kepada kabilah besar Al Qusyairi, mayoritas ulama diantaranya Ibnu Sholah dan Nawawi mengatakan bahwa beliau merupakan suku asli dari kabilah tersebut dan ada juga yang berpendapat bahwa nisbah kepada Qusyair merupakan nisbah perwalian saja
2.         An Naisaburi; merupakan nisbah yang ditujukan kepada negeri tempat beliau tinggal, yaitu Naisabur . Satu kota besar yang terletak di daerah Khurasan dan merupakan kota terindah serta yang paling istimewa di wilayah Khurasan[2]
b.      Kelahiran Beliau
 Para ulama berbeda pendapat dalam penentuan tahun kelahiran beliau; sebagian mereka diantaranya Imam Ibnu Katsir dan Al Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwa tahun kelahirannya adalah tahun 204 Hijriah , adapun Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi berpendapat bahwa kelahiran beliau pada tahun 206 Hijriah .[3]
c.       Ciri-ciri, sifat dan profesi beliau
Beliau mempunyai perawakan yang tegap, berambut dan berjenggot putih, serta mengulurkan ujung surbannya diantara dua punggungnya. Menurut Imam Dzahabi beliau memiliki sifat yang keras dan tegas Imam Muslim juga dikenal sebagai seorang saudagar kain yang kaya lagi dermawan di Naisabur.[4]
d.      Aktifitas dan rihlah beliau dalam menimba ilmu
Imam Muslim lahir dan tumbuh di lingkungan yang memberikannya peluang yang sangat luas untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, karena Naisabur pada saat itu merupakan negeri yang penuh dengan peninggalan ilmu-ilmu sunnah. Semua itu terjadi karena banyaknya orang-orang yang giat untuk memperoleh ilmu dan mentransfer ilmu, maka besar kemungkinan bagi orang yang terlahir di lingkungan masyarakat seperti ini akan tumbuh dengan ilmu juga. Kesempatan yang terhampar luas di hadapan Imam Muslim kecil ini tidak di sia-siakannya untuk memetik dan menikmati buah-buah ilmu syariat.
Beliau mulai mendengar hadits di negerinya sendiri pada tahun 218 Hijriah dari gurunya Yahya bin Yahya At Tamimi, pada saat itu umurnya baru menginjak dua belas atau empat belas tahun.
Besar kemungkinan ayah beliau serta keluarganya yang lain juga mempunyai andil besar dalam memotivasinya untuk menuntut ilmu. Para ulama telah menceritakan bahwa ayah beliau yang bernama Al Hajjaj termasuk dari kalangan orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu syar’i.
Setelah beberapa lama beliau menimba ilmu di negerinya maka muncul keinginan besar untuk menambah perbendaharaan ilmu syar’i beliau dengan cara rihlah (mengadakan perjalanan). Rihlah dalam rangka menuntut hadits merupakan syi’ar ahlul hadits pada abad-abad pertama karena berpencarnya para pengusung sunnah dan riwayat-riwayat di berbagai belahan negeri Islam yang sangat luas. Maka Imam Muslim pun tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam meniti jalan ini, karenanya dalam sejarah beliau tertulis rihlah ilmiahnya, diantaranya;
Rihlah pertama; Muslim berkesempatan mengadakan perjalanan hajinya pada tahun 220 Hijriah. Pada saat itu beliau masih muda belia, beliau berjumpa dengan syaikhnya Abdullah bin Maslamah al Qa’nabi di Makkah, dan mendengar hadits darinya, sebagaimana beliau juga mendengar hadits dari Ahmad bin Yunus dan beberapa ulama hadits yang lainnya ketika di tengah perjalanan di daerah Kufah. Kemudian setelah itu beliau kembali lagi ke negerinya dan tidak memperpanjang rihlahnya pada saat itu.
Rihlah kedua; rihlah kedua ini waktunya lebih lama dan lebih meluas karena beliau menjelajah ke negeri Islam lainnya. Rihlah ini dimulai sebelum tahun 230 Hijriah. Beliau berkeliling dan memperbanyak mendengar hadits, hingga beliau mendengar dari banyak ahli hadits, dan mengalami banyak kemajuan di bidang ilmu hadits yang mengantarkan beliau kepada derajat seorang imam.[5]
Beberapa negeri yang beliau masuki, diantaranya;
a.    Khurasan dan daerah sekitarnya; di sini beliau belajar dari Yahya bin Yahya dan Ishaq bin Rahuyah
b.    Ar Ray; di sini beliau belajar dari Muhammad bin Mihran dan Abu Ghassan
c.    Iraq; beliau mengunjungi Kufah, Bashrah dan Baghdad. Beliau sangat sering mengunjungi daerah ini dan kunjungan terakhir beliau di daerah tersebut di tahun 259 H, di daerah ini beliau belajar dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah
d.    Hijaz; beliau mengunjungi Makkah dan Madinah. Di kedua kota suci ini beliau belajar dari Said bin Manshur dan Abu Mush’ab.
e.    Negeri Syam; Imam Khattabi, Ibnu Asakir dan As Sam’ani menyebutkan bahwa Imam Muslim sempat mengunjungi Syam namun hal itu diingkari oleh Imam Dzahabi dengan dalih Imam Muslim hanya belajar dari seorang guru yang merupakan penduduk Damasqus sehingga boleh jadi beliau hanya sekadar menemuinya pada saat musim haji
f.     Mesir; di negeri ini beliau belajar dari ‘Amru bin Sawad dan Harmalah bin Yahya[6]
e.      Guru-guru beliau
Perjalanan ilmiah yang dilakukan imam Muslim menyebabkan beliau mempunyai banyak guru dari kalangan ahlul hadits. Al Hafizh Adz Dzahabi telah menghitung jumlah guru yang diambil riwayatnya oleh imam Muslim dan dicantumkan di dalam kitab shahihnya, jumlah mereka mencapai 220 orang, dan masih ada lagi selain mereka yang tidak di cantumkan di dalam kitab shahihnya
Muhaddits Medinah Asy Syaikh Abdul Muhsin al Abbad hafizhahulloh menukil dari Tahdzib at Tahdzib karya al Hafizh Ibn Hajar al Asqalani sepuluh nama guru imam Muslim yang memiliki riwayat terbanyak dalam kitab shohih Muslim. Berikut kami sebutkan nama-nama mereka sesuai urutan jumlah periwayatannya :
a.    Abu Bakar bin Abu Syaibah; jumlah riwayatnya 1540 hadits
b.    Abu Khaitsamah Zuhair bi Harb An Nasaai; jumlah riwayatnya 1281 hadits
c.    Muhammad bin Mutsanna, yang digelar dengan az Zamin; jumlah riwayatnya 772  hadits
d.    Qutaibah bin Said; jumlah riwayatnya 668 hadits
e.    Muhammad bin Abdullah bin Numair; jumlah riwayatnya 573 hadits
f.     Abu Kuraib Muhammad bin al ‘Alaa bin Kuraib; jumlah riwayatnya 556 hadits
g.    Muhammad bin Basysyar, yang dikenal dengan gelar Bundaar; jumlah riwayat beliau 460 hadits
h.    Muhammad bin Rafi’ an Naisaburi; jumlah riwayatnya 362 hadits
i.      Muhammad bin Hatim, yang dikenal dengan as Samiin; jumlah riwayatnya 300 hadits
j.      Ali bin Hujr as Sa’di; jumlah riwayatnya 188 hadits
Kesepuluh guru imam Muslim yang disebutkan di atas juga merupakan guru imam Bukhari. Imam Abu ‘Amr ibn ash Sholah berkata, “Walaupun imam Muslim belajar dan mengambil faidah dari imam Bukhari akan tetapi beliau menyertai imam Bukhari dalam berguru kepada beberapa ulama”.
Selain kesepuluh guru yang disebutkan di atas masih banyak guru imam Muslim yang beliau mengambil ilmu dari mereka akan tetapi beliau tidak menyebutkan periwayatannya dalam kitab Shohih Muslim kecuali sedikit bahkan ada yang tidak disebutkan sama sekali.[7]
Diantara guru-guru beliau yang paling menonjol selain yang telah disebut di atas, adalah:
a.    Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab Al Qa’nabi Al Haritsi Al Bashri (wafat tahun 221 H); Beliau adalah guru imam Muslim yang tertua.
b.    Abu Zakariyya Yahya bin Yahya bin Bakr bin Abdurrahman at Tamimi an Naisaburi (wafat tahun 226 H); Beliau adalah seorang imam yang tsiqoh lagi disayangi oleh penduduk Naisabur.
c.    Abu Utsman Said bin Manshur bin Syu’bah al Khurasani (wafat tahun 227 H); Beliau bermukim di Mekkah, penulis kitab as Sunan dan seorang imam yang terkenal dengan kekuatan hafalannya sehingga dikatakan bahwa beliau tidak pernah rujuk ke kitabnya karena sangat yakin dengan hafalannya.
d.    Abu Zakariyya Yahya bin Ma’in bin ‘Aun al Ghatafani Maulaahum al Baghdadi (wafat tahun 233 H); seorang tsiqoh, hafizh dan imam masyhur dalam ilmu al jarhu wa at ta’dil.
e.    Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Ja’far bin Najih as Sa’di Maulaahum, beliau lebih dikenal dengan Ali ibn al Madini (wafat tahun 234 H); beliau seorang yang sangat ahli dalam ilmu ‘ilal di zamannya sehingga mendapat pujian yang sangat banyak dari para ulama, imam Bukhari bahkan pernah berkomentar, “Aku tidak pernah memandang diriku kecil kecuali jika di hadapan Ali ibn al Madini”
f.     Abu Muhammad Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad al Hanzholi al Marwazi, beliau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Rahuyah (wafat tahun 238 H); Beliau seorang imam yang faqih, mujtahid dan rekan dari Imam Ahmad
g.    Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy Syaibani al Marwazi (wafat tahun 241 H); Beliau seorang muhaddits besar yang tsiqoh dan merupakan hujjah, beliau digelar dengan Imamnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah
h.    Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram as Samarqandi ad Darimi (wafat tahun 255 H); seorang imam hafizh, tsiqoh dan penulis kitab yang dikenal dengan sunan ad Darimi
i.      Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Kholid bin Faris bin Dzuaib adz Dzuhli an Naisaburi (wafat tahun 258 H); seorang imam yang tsiqoh dan hafizh yang mulia
j.      Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (wafat tahun 256 H); Beliau adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits dan penulis kitab hadits yang paling diakui keshohihannya.[8]
Imam Bukhari adalah guru imam Muslim yang paling menonjol dan paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan mengasah bakat serta kemampuan imam Muslim dalam bidang hadits. Ketika imam Bukhari datang ke Naisabur di tahun 250 H maka imam Muslim bermulazamah kepadah beliau dan mengambil manfaat sebesar-besarnya terutama di bidang ilmu ‘Ilal Hadits yang merupakan cabang ilmu hadits yang paling pelik dan membutuhkan ketelitian yang luar biasa.
Al Hafizh Abu Bakar al Khathib al Baghdadi pada saat menceritakan biografi imam Muslim, beliau berkata, “Imam Muslim hanyalah mengikuti jejak imam Bukhari dan meniti ilmunya…”
Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani ketika menjelaskan sisi-sisi yang menguatkan pendapat mayoritas ulama bahwa Shohih Bukhari lebih utama dari Shohih Muslim, beliau berkata, “…para ulama telah sepakat bahwa Bukhari lebih mulia dari Muslim dan lebih menguasai ilmu hadits, Muslim adalah murid dan alumni madrasah Bukhari dan beliau senantiasa mengambil manfaat darinya serta mengikuti jejaknya hingga imam Daraquthni menegaskan, “Seandainya bukan karena Bukhari maka tentu Muslim tidak akan datang dan pergi”
Akan tetapi walaupun imam Muslim banyak belajar dan mengambil manfaat dari imam Bukhari, tidak satu pun hadits dari periwayatan imam Bukhari yang dicantumkan imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim. Hal itu disebabkan tiga kemungkinan :
a.    Hasrat untuk mendapatkan sanad yang tinggi; sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa kebanyakan guru imam Bukhari juga guru imam Muslim sehingga nampaknya beliau memandang tidak perlu pada saat meriwayatkan dari guru-guru tersebut melalui perantaraan imam Bukhari, karena para ahli hadits sangat mementingkan yang namanya sanad yang tinggi.
b.    Imam Muslim sangat terganggu dan bersedih melihat kenyataan di zaman itu dimana begitu banyak kitab hadits yang mencampurkan antara shohih dan lemah tanpa membedakannya. Atas dasar itulah beliau bertekad untuk menyusun kitab hadits yang khusus mengumpulkan hadits-hadits shohih sebagaimana yang telah dilakukan oleh imam Bukhari, dengan demikian apa yang beliau telah riwayatkan dari imam Bukhari maka beliau pandang tidak perlu beliau cantumkan ke dalam kitabnya.
c.    Permasalahan yang terjadi antara kedua guru beliau yaitu Muhammad bin Yahya adz Dzuhli dan imam Bukhari; dimana adz Dzuhli menuduh bahwa Bukhari mengatakan,”Lafazhku ketika membaca al Quran adalah makhluk”. Tentu saja imam Bukhari terjaga dan selamat dari apa yang dituduhkan tersebut dan cukuplah kitab yang beliau tulis Khalqu Af’aalil ‘Ibaad sebagai bukti akan hal itu. Imam Muslim sepakat kepada imam Bukhari dan lebih cenderung kepadanya yang menyebabkan imam adz Dzuhli marah kepadanya hingga beliau pada suatu hari dikeluarkan dari majelisnya. Sebagian ulama menyebutkan demi menjaga perasaan kedua gurunya yang berselisih itu akhirnya imam Muslim memutuskan untuk tidak meriwayatkan hadits dari keduanya dalam kitab Shohih Muslim,wallohu a’lam.
f.        Murid-murid beliau
Al Imam Muslim sibuk menyebarkan ilmunya di negerinya dan negeri-negeri Islam lainnya, baik dengan pena maupun dengan lisannya, sehingga tidak mengherankan jika para penuntut ilmu sangat banyak yang mengambil ilmu dari beliau.
Diantara murid-murid beliau adalah;
a.    Abu Ahmad Muhammad bin Abdul Wahhab al Farra`(wafat tahun 272 H); seorang perowi yang tsiqoh, beliau telah mengambil hadits dari imam Muslim padahal beliau juga termasuk guru dari imam Muslim.
b.    Abu Hatim Muhammad bin Idris ar Razi
c.    Abu Bakar Muhammad bin An Nadlr bin Salamah al Jarudi
d.    Ali bin Al Husain bin al Junaid ar Razi
e.    Shalih bin Muhammad bin ‘Amr bi Habib Jazrah al Asadi Maulaahum al Baghdadi (wafat tahun 293 H); beliau seorang hafizh, ilmunya luas lagi mendalam dan kuat hafalannya. Al Idrisi berkata, “Aku tidak mengetahui
f.     Abu Isa Muhammad bin Isa at Tirmidzi (wafat tahun 279 H); penyusun kitab Jami’ At Tirmidzi atau Sunan At Tirmidzi. Beliau telah meriwayatkan dari imam Muslim sebuah hadits yang beliau cantumkan dalam kitab Jami’ At Tirmidzi, kitab Ash Shiyam, Bab Maa Jaa Fii Ihsho Hilal Sya’ban li Ramadhan
g.    Abu Ishaq Ibrahim bin Abu Thalib Muhammad bin Nuh bin Abdullah An Naisaburi (wafat tahun 295 H); beliau seorang imam, hafizh dan syaikh Khurasan. Imam Hakim berkata tentang beliau, “Beliau adalah imam di masanya dalam pengetahuan tentang hadits dan rijal, beliau mengumpulkan para masyayikh dan ‘ilal”
h.    Abul Fadhl Ahmad bin Salamah An Naisaburi (wafat tahun 286 H); beliau seorang hafizh, hujjah dan pendamping imam Muslim pada saat rihlah ke Balakh dan Bashrah.
i.      Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah As Sulami An Naisaburi Asy Syafi’i (wafat tahun 311 H); beliau seorang yang hafizh, hujjah, faqih dan memiliki banyak karya tulis. Beliau memiliki perhatian yang besar terhadap hadits dan fiqh sejak usia mudanya hingga beliau dijadikan sebagai teladan dalam keluasan ilmu dan mumpuninya, beliau diberi gelar dengan Imamul A-immah (imamnya para imam)
j.      Abu Hatim Makki bin ‘Abdan at Tamimi an Naisaburi (wafat tahun 325 H); belia seorang muhaddits yang tsiqoh dan mutqin
k.    Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Hatim at Tamimi al Hanzhali ar Razi (wafat tahun 327 H); beliau seorang imam, hafizh, kritikus hadits dan penulis kitab Al Jarh wa at Ta’dil dan Tafsir.
l.      Abu Hamid Ahmad bin Muhammad bin Asy Syarqi
m. Abu ‘Awanah Ya’qub bin Ishaq al-Isfarayini (wafat tahun 316 H); beliau seorang imam yang mulia, hafizh besar, tsiqoh dan berkeliling dalam menimba ilmu juga beliau pemilik kitab Al Musnad ash Shohih al Mustakhraj ‘ala Shohih Muslim
n.    Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan al Faqih az Zahid.
g.      Rekomendasi dan Pujian para Ulama Terhadap Beliau
Imam Muslim adalah salah seorang ulama yang sangat menonjol dari sisi kekuatan hafalan dan keluasan ilmu serta ketajaman pemahaman. Selain dari itu beliau juga seorang yang istiqomah dan komitmen baik dari segi lahir maupun batin dan hal ini merupakan ciri para ahlul hadits di sepanjang zaman.
Dengan berbagai keutamaan itulah maka tidak mengherankan jika para ulama banyak melontarkan dan menyampaikan pujian kepada beliau yang menunjukkan pengakuan mereka akan kelebihan yang dimiliki imam Muslim.
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa rekomandasi dan pujian para ulama kepada beliau:
a.    Guru beliau yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra` berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung ilmu, dan aku tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan.”
b.    Ahmad bin Salamah An Naisaburi yang merupakan murid serta teman perjalanan imam Muslim pada saat rihlah, menuturkan; “Saya melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara pengetahuan tentang hadits shahih ketimbang para masyayikh di zamannya”.
c.    Ishak bin Mansur al Kusaj pernah berkata kepada imam Muslim: “Sekali-kali kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menghidupkan engkau bagi kaum muslimin.”
d.    Muhammad bin Basysyar Bundar berkata; “Huffazh dunia itu ada empat; Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di Samarqand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara.”
e.    Ibnu Abi Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray, dan dia merupakan orang yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits. Ketika ayahku ditanya tentang dia, maka dia menjawab; (Muslim) Shaduuq.”
f.     Maslamah bin Qasim al Andalusi berkata, ”Tsiqah, mempunyai kedudukan yang agung, termasuk dari kalangan para imam.”
g.    Al Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub ibn al Akhram berkata, “Kota kami hanya menghasilkan tiga ulama hadits, yaitu Muhammad bin Yahya, Ibrahim bin Abu Tholib dan Muslim
h.    Ibnu ‘Uqdah menyatakan, “Sangat jarang imam Muslim terjatuh dalam kesalahan dalam persoalan rijal hadits…”
i.      Abu Bakar ibn al Jarudi berkata, “Muslim bin Hajjah telah menyampaikan hadits kepada saya dan beliau termasuk lumbung ilmu”
j.      Al Khatib Al Baghdadi berkata, “Dia merupakan salah seorang imam dan penghafal hadits.”
k.    As Sam’ani menuturkan, “Termasuk salah seorang imam dunia.”
l.      Ibnul Atsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
m. Nawawi mengatakan, “Para ulama telah ijma’ akan kemuliannya, keimamahannya, ketinggian derajatnya, kecerdasannya dalam bidang ini, beliau yang dikedepankan dan pendalamannya sangat matang dalam hadits”
n.    Adz Dzahabi berkata, ” Abul Husain an Naisaburi seorang hafizh dan salah satu dari rukun hadits”
o.    Ibnu Katsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
h.      Hasil karya beliau
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Imam Muslim hidup di abad-3 Hijriah yang merupakan abad keemasan bagi sejarah Islam dalam hal penulisan karya-karya ilmiyah terutama di bidang hadits. Imam Muslim termasuk diantara sederetan para ulama di zaman itu yang memiliki saham besar dalam pengembangan bidang displin ilmu hadits dan itu dibuktikan dengan hasil karya dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya ada yang sampai kepada kita dan sebagian lagi ada yang tidak atau belum sampai.
Imam Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al Asmaa wa al Lughat menyebutkan beberapa kitab yang telah ditulis oleh Imam Muslim sebagai berikut :
a.    Al Musnad ash Shahih; ini adalah karya terbesar imam Muslim yang beliau wariskan kepada ummat ini, kitab ini lebih dikenal dengan Shohih Muslim
b.    Al Musnad al Kabir ‘Ala ar Rijal. Imam Hakim berkata, “Menurut saya tidak ada yang sempat mendengarkan dari beliau kitab tersebut”
c.    Al Jami’ al Kabir ‘alal Abwaab
d.    Al ‘Ilal
e.    Awhaamul Muhadditsin
f.     At Tamyiz; kitab ini telah dicetak di Maktabah al Kautsar-Riyadh dan ditahqiq oleh asy Syaikh Prof.DR. Muhammad Mushtafa al A’zhami
g.    Man Laysa Lahu Illa Rowin Wahid; kitab ini lebih dikenal dengan nama Al Munfaridaat wa al Wuhdan
h.    Thabaqaat at Tabi’in
i.      Kitab al Mukhadhramin
b.    Imam adz Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul Huffazh menyebutkan beberapa tambahan kitab lain yang belum disebutkan di atas, diantaranya:
a.    Al Asma’ wa Al Kuna ; kitab ini telah dicetak oleh Darul Fikr di Damaskus dalam 4 jilid.
b.    Al Afraad
c.    Al Aqraan
d.    Su`alaat Muslim li Ahmad bin Hanbal
e.    Hadits ‘Amru bin Syu’aib
f.     Al Intifaa’ biuhubi as Sibaa’
g.    Masyayikhu Malik
h.    Masyayikhu Ats Tsauri
i.      Masyayikhu Syu’bah
j.      Awladu ash Shahabah
k.    Afraadu Asy Syamiyyin
i.        Wafatnya beliau
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H bertepatan dengan 5 Mei 875. dalam usia beliau 55 tahun atau 57 tahun.
Ahmad bin Salamah menceritakan, “Imam Muslim suatu hari mengadakan suatu majelis mudzkaroh lalu ditanyakan padanya sebuah hadits yang beliau tidak ketahui maka beliau segera pulang ke rumahnya lalu menyalakan pelitanya dan berkata kepada orang yang ada di rumah, Jangan sekali-kali ada seorang yang menemui saya”. Disampaikan kepada beliau bahwa ada yang menghadiahkan sekeranjang kurma lalu diberikan kepada beliau. Maka mulailah beliau mencari hadits sambil menikmati kurma satu per satu hingga masuk waktu pagi dimana beliau telah mendapat hadits yang dicarinya dan kurma yang ada di keranjang pun telah habis.
Imam Abu Abdillah Al Hakim berkata, “Kami bertambah yakin dari apa yang dikabarkan oleh rekan-rekan kami bahwa beliau (imam Muslim) wafat disebabkan hal itu”. Semoga Allah merahmati Imam Muslim dengan rahmat-Nya yang luas.
B.  Metode Imam Muslim dalam Sahihnya
Imam muslim tidak mentapkan syarat tertentu yang dipakai dalam shahinya. Tetapi para ulama telah menggali syaratnya itu melalui pengkajian terhadap kitabnya. Mereka menyimpulkan bahwa syarat yang dipakai dalam Sahih Muslim ialah:
1.    Ia tidak meriwayatkan hadits kecuali dari pada perawi yang adil, kuat hafalannya, jujur, amanah, tidak pelupa. Dia juga meriwayatkan dari perawi yang memiliki sifat-sifat lebih rendah dari sifat tersebut di atas.
2.    Dia sama sekali tidak meriwayatkan kecuali hadits musnad (sanadnya lengkap), muttasil (sanadnya bersambung) dan marfu’ (disandarkan) kepada Nabi Muhammad SAW. [9]
Berarti Imam Muslim tidak selamanya harus berpegang teguh pada ketentuan sebagaimana yang dipakai oleh Bukhari. Yaitu adanya tingkatan-tingaktan tertentu dalam periwayatan dan para perawi. Karena itu, dia meriwayatkan hadits dari perawi yang haditsnya  tidak dicantumkan oleh bukhari dalam Shahihnya. [10]
Imam Muslim dalam muqaddimahhnya memberikan penjelasan yang lebih gamblang mengenai syarat yang dipakai dalam shahihnya. Dia membagi hadits dalam tiga macam:
1.    Hadits yang diriwayatkan oelh perawi yang adil dan kuat hafalannya.
2.    Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak diketahui keadaannya (mastur) dan kekuatan hafalannya dipertengahan.
3.    Hadits yang diriwayatkan hadits dari perawi kelompok pertama, dia selalu meriwayatkan hadits  dari kelompok kedua. Muslim tidak meriwayatkan hadits dari kelompok ketiga[11]
C.  Ciri Khas Sahih Muslim
1.       Matan-matan hadits yang semakna beserta dengan sanadnya diletakkan pada satu tempat, dan tidak dipisah dalam beberapa bab yang berbeda, juga tidak mengulang hadits kecuali karena sangat perlu di ulang untuk kepentingan sanad atau matan hadits. Cara ini lakukan oleh Muslim, karena hadits ini bukan untuk menerangkan segi fiqih dan penggalian hukum dan adab dari hadits tersebut. Tidak seperti Bukhari yang memang mempunyai maksud untuk menggali kandungan hadits itu. Oleh karena itu dia menempuh caranya sendiri untuk menyusun kitab shahihnya.
2.      Ketelitian dalam kata-kata. Apabila seorang perawi dengan perawi lainnya terdapat perbedaan lafaz, padahal maknanya sama. Muslim mencantumkan dan menerangkan matan-matan hadits yang lafaznya berbeda itu. Begitu pula, jika seorang perawi mengatakan ثنا حد (dia menceritakan kepada kami), dan perawi lain mengatakan اخبرنا (dia mengabarkan kepada kami), maka muslim akan menjelaskan perbedaan lafaz ini. Apabila sebuah hadits diriwayatkan oleh orang banyak dan teradapat beberapa lafaz yang berbeda. Muslim akan menerangkan bahwa lafaz yang disebutkan itu berasal dari si fulan. Oleh karena itu dalam hadits semacam ini, Muslim menerangkan واللفظ لفلان (lafaz ini dari si fulan). itulah ketelitian dan kejujuran dalam periwayatan yang menjadi ciri khas Imam Muslim.
3.      Hanya memuat hadits-hadits musnad dan marfu’, yaitu hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, karena itu, dia tidak mencantumkan perkataan sahabat dan tabi’in.
4.      Dalam periwayatan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits Muallaq. Di dalam kitabnya hanya terdapat 12 hadits Muallaq yang hanya sebagai hadits penguat (mutabi’)dan bukan hadits utama.[12]
D.  Jumlah Hadits Sahih Muslim
No
Penulis Sahih Muslim
Jumlah Sahih Muslim
ket
1
Ahmad bin Salamah
12.000 hadits
Termasuk hadits yang di ulang-ulang
2
Abi Quraisy
4.000 hadits
Tidak termasuk hadits yang di ulang-ulang
3
Prof. Ahmad Amin
7.275 hadits
Termasuk hadits  yang terulang namun hitungan ini sebenarnya  untuk sahih Bukhari. Bukan untuk sahih Muslim menurut Ibnu Salaah[13]

E.  Kritik Hadits Sahih Muslim
Hadits yang mendapat kritikan dari para ulamak sebanyak 132 hadits. Diantaranya juga diriwayatkan oelh Bukhari sebanyak 32 hadits. Sisanya yang berjumlah 100 hadits hanya diriwayatkan oleh Muslim.
a.      Para pembela dan pemberi jawaban atas kritikan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Musliam
dalam Fathul bari, ulama yang membela hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim adalah
1)   Abnu Hajar Al-Asqalani telah membela dan memberi jawaban atas kritikan  terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sedangkan,
2)   Imam Nawawi yang telah membela dan memberi jawaban atas krtikan terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang di tuangkan dalam kitab Syarah Shahih Muslim
b.      Contoh hadits yang di muntaqadah (kritik)
Diantara hadits-hadits yang mendapat kritikan dalam riwayat Imam Imam Muslim dan Bukhari adalah :
1.  Hadits Abu Sufyan
Hadits ini menceritakan tentang Abu Sufyan menikahkan putrinya Ummu Habibah dengan Nabi Muhammad Saw. Padahal Nabi telah menikahinya jauh sebelum itu, yaitu ketika Ummu Habibah hijrah ke Bahasyah (Etiopia). Raja Najasy bertindak sebagai wali wakil yang menikahkan Ummu Habibah. Sebab saat itu Abu Sufyan belum masuk Islam. Ia baru memeluk Islam setelah penaklukkan makkah. Jadi perawi hadits ini telah melakukan kesalah.[14]
2.      Hadits Abu Hurairah
Hadits Abu Hurairah yang dikritik adalah yang berbunyi :
خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَلتُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ
“Allah menciptakan tanah pada hari Sabtu”
Hadits tentang penciptaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya selama tujuh hari, hukanlah hadits marfu’ melainkan mauquf pada Abi Hurairah. Itu hanyalah cerita Isrilliyat yang diterima dari Kaab al-Ahbar. Hadit ini mendapat peringatan dari para ulama dan pengkritik hadits[15]
3.      Hadits tentang shalat Kusuf (gerhana)
Hadits ini mengatakan bahwa  shalat kusuf dikerjakan dengan tiga kali rukuk atau lebih. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa hadits ini mengandung illat (cacat). Karena terdapat kesalahan dari perawinya. Tetapi Muslim juga meriwayatkan hadits sahih mengenai sholat kusuf yang setiap rekaat, nabi melakukan rukuk dua kali.
Hadit yang dikritik itu sedikit sekali jumlahnya. Bahkan tidak ada artinya bila dibanding dengan ribuah hadits sahih yang terdapat dalam sahih Muslim.
Dari uraian  di atas, jelaslah bahwa sahih Muslim berada diperinkat tertinggi, dan menjadi salah satu kitab hadits yang menjadi pegangan ummat Islam. Kritikan yang dilontarkan terhadap hadits itu, karena Muslim menempuh jalan setingkat lebih rendah dari syarat-syarat yang telah ditentukan. Dan tidak seorang pun yang mengatakan bahwa dalam kitab itu terdapat hadits Maudu’ (palsu) dalam arti perawinya berdusta. Sebagaimana yang telah dituduhkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan para orientalis, musuh sunnah dan hadits Nabi Muhammad Saw.[16] Wallahu ‘alam.

BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Dari semua uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.      Imam Muslim adalah salah satu cendikiawan muslim yang telah berjasa dalam mengumpulkan hadits-hadits dari sekian banyak para perawi hadits.
2.      Imam Muslim dalam semua kehidupannya penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai negara untuk mencari hadits seperti pergi ke Hijaz, Syiria, Mesir, Irak, Syam dan negeri-negeri lainnya.
3.      Imam Muslim mempunyai banyak guru terutama berguru kepada para ahli hadits seperti di Khurasan beliau berguru pada Ulama Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, dan lain-lain
4.      Kegeniusan  Imam Muslim dalam  meriwayatkan hadits mendapat simpati dari para ulama dan melahirkan banyak para ulama yang meriwayatkan hadits-hadits beliau.
5.      Imam Muslim dalam metode periwayatan tidak meriwayatkan hadits kecuali dari pada perawi yang adil, kuat hafalannya, jujur, amanah, tidak pelupa.
B.      SARAN
Meskipun sudah banyak kitab syarah Shahih Muslim, baik yang masih berupa catatan maupun yang sudah dicetak, tetapi masih dibutuhkan adanya kitab-kitab syarah dan terjemah ke dalam semua bahasa sehingga lengkap dan memuaskan. Diharapkan  kepada para mahasiswa Pascasarjana IAIN Mataram untuk  membuat proyek penyusunan Syarah/penjelasan mengenai Sahih Muslim dan Metode-metode yang digunakan. Sehingga dapat memenuhi segala yang dibutuhkan oleh para pelajar dan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslim
http://ustadzridwan.com/biografi-imam-muslim/
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009)
M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999)




[1] http://www.ajurry.com/vb/showthread.php
[2] M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009) 234
[3] ibid
[4] ibid
[5] M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009) 235
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslim
[7] http://ustadzridwan.com/biografi-imam-muslim/
[8] ibid
[9] M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 63
[10] ibid
[11] ibid
[12] M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 64
[13] Ibid, 66
[14] M.M. Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 66
[15] Ibid, 67
[16] Ibid, 67
main wrapper